Minggu, 9 Desember 2018. LBH Jakarta kembali melakukan kegiatan Bantuan Hukum Keliling (Mobile Legal Aid) di Rumpin, Bogor. Kegiatan ini rutin dilakukan guna mendekatkan akses bantuan hukum kepada masyarakat, sekaligus melakukan pendidikan hukum dan HAM. Kegiatan kali ini juga merupakan rangkaian acara untuk memperingati Hari HAM Internasional yang jatuh setiap tanggal 10 Desember.
Kegiatan dimulai dengan pemaparan dari Ibu Neneng selaku warga Rumpin yang juga merupakan Paralegal LBH Jakarta. Beliau memulai acara dengan kembali mengingatkan warga bahwa perjuangan mereka mempertahankan tanah kandungnya belum usai.
“Kita semua tahu permasalahan. Sampai sekarang belum selesai. Sudah hampir 13 tahun lamanya kita berkonflik dengan Auri. Tahun 2009 tanah kita sudah kita daftarkan ke BPN Kota Bogor. Perjuangan kita, lawan kita emang berat, tetapi kita sebagai warga tidak boleh diam, kita harus berjuang untuk mengambil hak kita untuk,”tegas Neneng.
Sampai saat ini permasalahan tanah di Desa Sukamulya-Rumpin memang belum selesai. Terakhir, perjuangan warga Rumpin mempertahankan tanahnya telah sampai pada KSP, namun hingga sekarang belum juga ada kejelasan soal permasalahan di Rumpin dari KSP.
“Ini tanah kami, milik kami, berasal dari keluarga kami. Kami di sini tinggal sudah turun temurun, bagaimana caranya agar tanah kami diakui oleh negara? Pihak TNI AU telah mengklaim bahwa tanah seluas 1000 hektar tersebut adalah miliknya, bagaimana kami menghadapi pemerintah agar sengketa ini selesai,” tambah Neneng.
Di tempat yang sama, Charlie Albajili Pengacara Publik LBH Jakarta berbicara soal HAM dan Perjuangan Warga Rumpin, serta nilai-nilai HAM secara umum. Charlie coba merefleksikan kondisi pemenuhan HAM di Indonesia hari ini melalui perjuangan warga Rumpin.
Dihadapan warga, Charlie mengatakan bahwasannya HAM itu tidak hanya soal tanah, tidak hanya tentang orang yang menyampaikan berpendapat, berkumpul dan berserikat. Kepada warga, Charlie menjelaskan bahwa ada dua jenis hak pada HAM, diantaranya adalah hak yang negara tidak boleh mengintervensi. Selanjutnya adalah hak yang negara boleh atau harus aktif untuk mewujudkan dan melindungi.
“KTP itu hak bukan? Kenapa kita harus punya KTP? Kalo saya tidak punya KTP maka saya tidak bisa nikah, tidak bisa kerja, tidak dapat BPJS, mungkin juga tidak bisa punya rumah. Di sini negara harus aktif untuk memenuhinya. Kenapa wajib sekolah 9 tahun, itu bagian dari HAM. Semua orang harus memiliki KTP karena KTP itu sangat penting maka negara harus memenuhi hal tersebut. Kasus yang ada sekarang di Rumpin, yang bersengketa dengan Auri ini, apakah termasuk pelanggaran HAM? Iya. karena itu sudah masuk pada hak warga sekalian menyangkut tanah,” jelas Charlie.
Selanjutnya, Paralegal LBH Jakarta juga mendapatkan kesempatan untuk berbagi pengalaman kepada warga Rumpin. Paralegal LBH Jakarta diwakili oleh Junaedi dan Dea, mereka berbagi pengalaman tentang mengadvokasi Akta Kelahiran dan KTP. Dea menceritakan bahwasannya setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan Akta Kelahiran dan KTP.
“Saya bekerjasama dengan teman saya untuk membantu warga membuat Akta Kelahiran. Di DKI dan di Bogor. Untuk prosedur di DKI mudah dan gratis. Pengalaman saya di Bogor hanya bayar 10.000 untuk administrasi,” cerita Dea.
Melanjutkan Dea, Junaedi mengungkapkan bahwa jika warga tidak memiliki Akta Kelahiran, hal tersebut akan menjadi masalah dikemudian hari.
“Tidak memiliki Akta akan menjadi masalah untuk masuk sekolah, dan masalah lainnya akan timbul jika kita tidak memiliki Akta Kelahiran,” tambah Junaedi.
Warga Rumpin tampak antusias mengikuti kegiatan bantuan hukum keliling ini. Peserta yang hadir justru didominasi oleh ibu-ibu warga Rumpin. Di kegiatan ini, LBH Jakarta tidak hanya berdiskusi seputar hukum, HAM dan kasus yang dialami oleh warga Rumpin, LBH Jakarta juga membuka layanan konsultasi hukum gratis bagi warga Rumpin serta membagi-bagikan buku. (Anggi)