Teluk Jakarta, atau dikenal juga dengan sebutan Pantai Utara Jakarta, berada di sebelah utara Jakarta. Salah satu kawasan perairan di Jakarta ini secara geografis di sebelah barat berbatasan dengan Tanjung Pasir, sebelah timur berbatasan dengan Tanjung Karawang, dan di sebelah utara berbatasan dengan bagian luar Kepulauan Seribu.[1] Tempat ini menjadi muara bagi sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane serta 13 sungai yang berhulu di Bogor.
Teluk Jakarta adalah sebuah kawasan perairan yang kaya dengan hasil lautnya berupa hewan laut seperti ikan, kerang, kepiting, dan udang. Perairan Teluk Jakarta menjadi salah satu pemasok ikan dan hewan lainnya di Jakarta. Wilayah Teluk Jakarta juga menjadi tempat yang penting bagi masyarakat di pesisir Utara Jakarta yang mata pencahariannya adalah nelayan. Perkampungan nelayan sudah berdiri lama dan kehidupan mereka bergantung pada laut di Teluk Jakarta. Teluk Jakarta juga menjadi habitat bagi burung laut Cikalang Christmas. Bahkan, Teluk Jakarta pernah diusulkan untuk menjadi cagar alam karena menjadi habitat bagi burung laut Cikalang Christmas.[2]
Pada tahun 1995, pemerintah pusat memaksakan proyek Reklamasi Teluk Jakarta dengan dikeluarkannya Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995. Keppres tersebut menetapkan Reklamasi Pantura sebagai satu-satunya jalan upaya penataan dan pengembangan ruang daratan dan pantai untuk mewujudkan Kawasan Pantai Utara sebagai Kawasan Andalan.[3] Kawasan andalan diartikan sebagai kawasan yang mempunyai nilai strategis dipandang dari sudut ekonomi dan perkembangan kota.[4]
Pada tahun 2003, Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan Surat Keputusan No. 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta pada 19 Februari 2003. Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa hasil studi AMDAL menunjukkan kegiatan reklamasi akan menimbulkan berbagai dampak lingkungan.[5] Namun, Surat Keputusan tersebut kemudian digugat oleh 6 perusahaan pengembang yang telah melakukan kerjasama dengan Badan Pengelola Pantai Utara untuk melakukan reklamasi Pantura Jakarta. Perusahaan tersebut antara lain PT. Bakti Bangun Era Mulia, PT. Taman Harapan Indah, PT. Manggala Krida Yudha, PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Pembangunan Jaya Ancol dan PT. Jakarta Propertindo. Gugatan tersebut mempermasalahkan dua hal pokok terhadap SK Menteri LH No. 14 Tahun 2003 yaitu Kewenangan Menteri LH menerbitkan keputusan ketidaklayakan lingkungan rencana reklamasi pantura jakarta dan kewenangan Menteri LH untuk mewajibkan instansi yang berwenang untuk tidak menerbitkan izin pelaksanaan Reklamasi Pantura. Dalam persidangan di PTUN tingkat pertama dan kedua, Majelis Hakim mengabulkan gugatan para pengusaha (Penggugat).[6] Dalam tingkat kasasi, Majelis Hakim berhasil memenangkan Menteri LH dan Penggugat Intervensi lainnya.[7] Namun di tingkat peninjauan kembali, Mahkamah Agung kembali memenangkan para pengusaha dan mencabut putusan kasasi.[8] Putusan PK menyatakan dicabutnya status hukum keberlakuan SK Menteri LH No. 14 Tahun 2003 sehingga proyek reklamasi tetap dilanjutkan.
Pada tahun 2008 muncul Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Perpres No. 54 Tahun 2008 ini mencabut Kepres No. 52 Tahun 1995 dan Keppres No. 73 Tahun 1995 namun sepanjang yang terkait dengan penataan ruang.[9] Kemudian pada tahun 2012, DPRD Jakarta mengesahkan Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 (Perda No. 1 Tahun 2012) yang menggantikan Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang habis masa berlakunya tahun 2010.[10] Dalam Perda ini, ditetapkan jika Kawasan Tengah Pantura akan dijadikan lokasi program pengembangan baru di DKI Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, Kawasan Tengah Pantura dijadikan sebagai kawasan Pusat Kegiatan Primer yang berfungsi melayani kegiatan berskala internasional, nasional atau beberapa provinsi. Kawasan Tengah Pantura akan menjadi pusat niaga baru di bidang perdagangan, jasa, MICE (Meeting, Incentives, Convention, Exhibition), dan lembaga keuangan.[11]
Pada tahun 2015, pembangunan di Teluk Jakarta mulai bergerak dengan dikeluarkannya izin reklamasi Pulau G, Pulau F, Pulau I, dan Pulau K. Masih ada sekitar 13 Pulau yang belum mendapat izin pelaksanaan reklamasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ditulis dari Pendahuluan Kertas Posisi Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Penolakan Terhadap Proyek Reklamasi Teluk Jakarta
[1] http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1172/Jakarta-Teluk
[2] http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e40eb03edfa5/teluk-jakarta-layak-jadi-cagar-alam
[3] Konsideran huruf a dan b KEPPRES No. 52 Tahun 1995.
[4] Ibid.
[5] Mahkamah Agung. Keputusan Peninjauan Kembali Nomor 12 PK/TUN/2011. 24 Maret 2011.
[6] Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 202/B/2004/PT.TUN.JKT. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT. 11 Pebruari 2004. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 202/B/2004/PT.TUN.JKT. 3 Februari 2005.
[7] Putusan Mahkamah Agung RI No. 109 K/TUN/2006. Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung RI No. 109 K/TUN/2006. 28 Juli 2009.
[8] Mahkamah Agung. Putusan Nomor 12 PK/TUN/2011. 24 Maret 2011.
[9] Pasal 72 Perpres No. 54 Tahun 2008. Tetapi tidak diketahui penjelasan lebih lanjut mengenai “sepanjang yang terkait dengan penataan ruang”
[10] Pasal 97 ayat (1) Perda No. 6 Tahun 1999 tentang RTRW Jakarta: “Jangka waktu berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sampai dengan tahun 2010.”;
[11]Lampiran II Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030