Jakarta, bantuanhukum.or.id-Senin, 6 April 2015. Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU) LBH Jakarta dalam materi yakni : Feminisme dan Kesetaraan Gender yang di Fasilitasi oleh Siti Aminah selaku Pengacara Publik Indonesia Legal Resources Center (ILRC) berlangsung baik dan partisipatif. Sebelum materi di berikan kepada peserta, Co-Fasilitator melakukan brainstorming dengan cara menanyakan kepada peserta : “Siapa yang suka memasak?” dan beberapa peserta pun mengacungkan tangan, ada perempuan dan ada 3 (tiga) orang laki-laki yang suka memasak. Setelah itu, Co-Fasilitator pun kembali bertanya tentang Gender. Beberapa peserta secara umum sudah mengetahui tentang definisi Gender. Lalu, Pemateri yakni Ibu Siti Aminah membuka materi dengan Games yang mengasah fokus terhadap peserta, untuk peserta yang tidak fokus dalam permainan, beliau memberikan secarik kertas yang berisikan kata-kata seputar Feminisme dan kesetaraan Gender.
Dari Games tersebut, Pemateri memberikan definisi Gender, perbedaan Seks dengan Gender, serta Kesetaraan Gender. Gender merupakan hasil konstruksi sosial yang ada di masyarakat yang memberikan stereotip pada Peran Perempuan dan Laki-Laki. Sedangkan Seks itu hanya pembedaan Jenis kelamin dan keadaan biologis terhadap Perempuan dan Laki-Laki. Sehingga Jenis kelamin itu bukanlah Gender, tetapi lebih kepada pemahaman dalam konteks biologis Perempuan dan Laki-Laki. Kesetaraan Gender, mengapa muncul Kesetaraan Gender?.
Kesetaraan Gender muncul akibat Ke-tidakadilannya pembedaan perlakuan terhadap Laki-Laki dan Perempuan. Dimana kaum Perempuan khususnya di Budaya Patriarkhi di anggap kaum yang lemah, dan hanya bertugas di Dapur, Sumur dan Kasur –Aristoteles. Dengan adanya budaya dan konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat yang me-marjinalkan kaum perempuan, maka muncullah Kesetaraan Gender.
Dalam mendefinisikan Feminisme, banyak para peserta kalabahu yang belum paham mengenai arti Feminisme, dan Pembicara pun menjelaskan arti Feminisme yakni : paham yang merubah ketidak-adilan Gender menjadi Adil Gender. Materi dilanjutkan dengan menonton Film mengenai Kesetaraan Gender di mana di dalam Film tersebut di gambarkan Satu Keluarga yang terdiri dari : Ibu, Bapak, Anak Perempuan, Anak Laki-Laki Dewasa dan Anak Bayi. Si Ibu sehari-harinya bekerja di Pabrik Tekstil, dan sibuk mengurusi Rumah Tangga seperti memasak, mencuci baju, dan mengasuh bayi. Anak Perempuannya pun ikut mengasuh bayi, mencuci piring dan membantu pekerjaan rumah lainnya. Sedangkan Si bapak bekerja di Perusahaan kontraktor, dan selalu menghabiskan gaji nya untuk mabok-mabokkan, berpesta dan berjudi, dan Si bapak sesampainya di rumah tidak mau melakukan pekerjaan rumah tangga, begitu juga dengan anak laki-lakinya yang diam saja melihat adik perempuannya dan Ibu nya sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga.
Di Film tersebut, juga di gambarkan adanya kekerasan seksual terhadap perempuan yakni pada saat Si Bapak sewaktu bekerja melihat perempuan yang memakai rok pendek jalan di dekatnya, dan ia langsung mensiulkan dan menggoda si perempuan tersebut. Hal ini merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan.
Dari isi Film tersebut, peserta banyak memahami peran perempuan dan peran laki-laki yang seharusnya setara. Laki-Laki juga harus berperan dalam mengurusi rumah tangga, dan mencari nafkah untuk keluarganya, begitu juga perempuan, Perempuan tidak boleh memiliki Beban Ganda. Beban Ganda merupakan tanggung jawab yang berlebih yakni dalam mencari nafkah untuk keluarga dan bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengurus rumah tangga. Beban Ganda itulah yang tidak diperbolehkan dalam kesetaraan Gender, beban Ganda berbeda dengan Peran Ganda. Peran Ganda diperbolehkan, dalam artian, Perempuan dapat berperan sebagai Ibu Rumah Tangga dan dapat berperan sebagai wanita karir.
Setelah pemaparan materi, muncullah pertanyaan dari peserta perempuan Kalabahu 36 yakni : “Bagaimana Jika perempuan itu sendiri yang ingin sebagai Ibu Rumah Tangga dan mau dijajah pria?”. Pemateri pun menjawab : “ Itu merupakan pilihan dari setiap perempuan, akan tetapi pada umumnya Laki-Laki bertanggungjawab pada pekerjaan Domestik (pekerjaan Rumah Tangga), jika laki-laki tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maka ia wajib untuk menyediakan Pekerja Rumah Tangga (PRT) atau peralatan-peralatan rumah tangga yang dapat membantu menyelesaikan tugas rumah tangga.
Pembicara juga menjelaskan Feminist Legal Theory (FLT) dalam bentuk games. Pembicara memberikan Kertas Meta Plan kepada peserta dan mengarahkan peserta untuk menggambar sesuatu yang berharga menurut peserta. Setelahnya, Pemateri menghampiri beberapa peserta yang sukunya minoritas dan beberapa perempuan dan mengatakan : “bolehkah saya mengambil barang berharga yang kamu punya?” dan beberapa peserta pun memberikan gambarnya ke Fasilitator, tetapi ada 2 orang peserta yang tidak mau memberikan gambarnya ke Fasilitator.
Begitu juga halnya dengan Konsep Feminist Legal Theory dimana dalam proses pembentukan hukum, orang yang memiliki kepentingan mengambil hak-hak kaum minoritas.
Pada akhirnya, diskusi ditutup dengan Co-Fasilitator yang melakukan evaluasi terhadap peserta terkait pemahamannya dalam Feminisme dan Kesetaraan Gender.(Oky)