Pemilihan Presiden diharapkan membawa perubahan besar kondisi bangsa kearah yang lebih baik, dimana masyarakat merindukan pemerintahan yang bisa menegakkan hak asasi manusia disemua sektor. Tapi semua itu tidak bisa terjadi jika tidak ada pemilih cerdas yang berpartisipasi secara aktif dan selanjutnya memberikan pengawasan atas kinerja.
Pentingnya posisi pemilih disoroti oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) dalam acara Sosialisasi Pemilih Cerdas: Tuntutan Terhadap Presiden dan Wakil Presiden Terpilih yang diselenggarakan pada hari Sabtu (5/7/2014). Hadir sebagai pembicara adalah Retno Listiyarti, Sekretaris Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) kemudian Ibu Hikma, orantua dari Andro, seorang klien LBH Jakarta yang terkenal dengan sebutan kasus Pengamen Cipulir yang dituduh membunuh dan kemudian disiksa oleh oknum polisi serta Ibu Mindo, warga korban penggusuran Ciracas oleh Pemprov DKI Jakarta. Mereka memaparkan harapan-harapan kepada presiden dan wakil presiden kelak terpilih.
Misalnya, Retno Listiyarti mengharapka presiden terpilih bisa mereformasi sektor pendidikan. Menurutnya, kondisi pendidikan Indonesia sangat rendah, terutama dalam nalar dan membaca, dimana menurut UNESCO, masyarakat Indonesia hanya membaca 27 halaman buku dalam satu bulan, begitupula dengan kondisi guru yang tidak jauh beda sehingga bisa dikatakan, kondisi pendidikan di Indonesia termasuk yang paling buruh di Indonesia.
Ia kemudian membedah visi dan misi calon presiden dan wakil presiden dalam wacana pendidikan. Baginya, Capres nomor urut satu cukup meyakinkan memakai solusi ‘uang’ untuk menyelesaikan semua masalah pendidikan padahal tidak semua masalah ini bersumber dari masalah uang saja. Sebagai contoh, menurutnya, “Ini sangat berbahanya, karena ini berimbas pada APBN, sebagai perbandingan bahwa operasional gaji dan belanja pendidikan adalah sebesar 48% dari 1 Triliun Rupiah, dan ide capres nomor satu dengan menaikan gaji guru adalah satu tindakan yang tidak masuk akal dan akan membahayakan dana pendidikan.” Ia menduga bahwa ini adalah upaya untuk membujuk guru untuk niatan politis. Selanjutnya, baginya capres kedua lebih rasional, walaupun revolusi mental yang dicetuskan oleh Joko Widodo bagi dunia pendidikan tidak cukup jelas, mestinya (revolusi mental) akan lebih jelas dengan merencanakan menghapus ujian nasional, karena selama ini pelaksanaannya tidak kredibel. Tapi tidak keluar satu katapun dari mereka untuk menghapus ujian nasional, apalagi jika merujuk pendapat Jusuf Kalla yang tidak pernah rela menghapus ujian nasional.
Selain itu, Retno juga menyoroti visi dan misi para Capres dan Cawapres tentang keragaman dibidang pendidikan. Pendidikan juga harus mengarahkan siswa-siswa akan kesadaran pentingnya keragaman dikalangan siswa dan anak muda. Hal ini penting untuk mencegah radikalisme terutama bagi siswa dan anak muda.
Jika dikaitkan dengan visi keragaman Capres, baginya Kebinekaan masih disentuh oleh capres nomor dua, “tapi tidak saya lihat dari capres nomor satu” ujarnya
Tidak hanya dari sektor pendidikan, selanjutnya Ibu Mindo akan memaparkan harapannya terhadapa calon presiden kelak. Ia adalah satu bersama 3000 warga atau 400 kepala keluarga Cilengsi yang digusur oleh Pemprov DKI Jakarta yang menurutnya digusur atas nama SARA, namun tidak pernah terungkap. Ia meminta kepada calon presiden untuk memperhatikan korban penggusuran, yaitu dengan cara memberikan solusi yang layak agar warga berhak mendapatkan tempat tinggal, terpenting baginya, Capres juga harus menyisihkan sebagian dari anggaran untuk membantu korban penggusuran secara layak.
Menanggapi hal tersebut, Pratiwi Febri, Pengacara Publik LBH Jakarta yang juga selaku moderator acara tersebut mengatakan bahwa Capres juga harus melakukan penggusuran–jika memang hal itu harus dilakukan, adalah menggusur tanpa melanggar HAM, serta memikirkan relokasi yang layak dan juga memperhatikan hak atas untuk mendapatkan perumahan bagi rakyat. Sembari bercanda, Pratiwi mengatakan bahwa pengacara LBH Jakarta pun kesusahan untuk mendapatkan kredit perumahan.
Pembicara terakhir, Bu Harni, ibu dari Andro korban dari peradilan tidak jujur akibat salah tangkap di Cipulir, juga memberikan harapan kepada Capres terpilih kelak mereformasi kepolisian agar tidak salah tuduh lagi dan tangkap. Ia juga meminta negara untuk mewujudkan tujuan dari undang-undang bahwa “orang miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” sehingga tidak ada penyiksaan lagi terhadap anak-anak.
Sebagai penutup, LBH Jakarta kemudian mengeluarkan sikap terhadap calon presiden dan wakil presiden terpilih kelak untuk melakukan yaitu:
Satu, Meratifikasi Optional Protocol Kovenan Ekonomi, Sosial dan Budaya terkait Mekanisme Komplain;
Dua, Memperbaiki sistem pendidikan nasional dan meningkatkan kualitas layanan pendidikan nasional disegara tingkatan, menjamin terpenuhinya kualitas standar layanan pendidikan di seluruh Indonesia, menolak privatisasi pendidikan tinggi nasional;
Tiga, Meratifikasi konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga dan Mensahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan mensinergikannya dengan Konvensi ILO No. 189;
Empat, Merevisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang disenergikan dengan Konvensi PBB Tahun 1950 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluargnya;
Lima, Merivisi KUHAP dan KUHP khusunya mewujudkan fair trial dan penyidiksaan hukumakan mati;
Enam, Merevisi UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat;
Tujuh, Merevisi UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Delapan, Membuat regulasi tentang penggusuran yang sejaln dengan pengormatan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia dan model penataan pemukiman; dan terakhir,
Sembilan, Mengamandemen UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang bertentangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tentang Kepemilikan hutan masyarakat ada (*)