Terkait penyegelan Masjid An Nur, Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) menggelar konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada Jumat (10/7). Pada kesempatan itu, ada lima poin yang disampaikan Yendra Budiana, Jubir PB JAI.
Menurut Yendra penyegelan itu tidak mengindahkan hak beribadah yang adalah hak mutlak yang dimiliki manusia dan siapapun tidak ada yang bisa melarangnya. Ini selaras dengan sikap negara bahwa pemerintah menjamin kebebasan beragama berdasarkan konstitusi untuk seluruh warganya tanpa kecuali.
“Mendukung sikap dan pernyataan Komnas HAM bahwa pemerintah kota Jakarta Selatan seharusnya minimal memberikan jaminan hak-hak beribadah bagi warganya yang dilindungi oleh negara dan konsitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Yendra membaca poin ketiga.
Yendra juga meminta sikap tegas Gubernur DKI Jakarta dalam memastikan sikap seluruh aparat pemerintah di wilayah DKI Jakarta untuk tidak menghalangi hak hak warganya dalam beribadah sesuai agama dan keyakinannya masing masing dan bersikap secara adil sebagai pejabat publik dalam pemenuhan hak hak warganya.
Terakhir, permintaan juga ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia. Presiden diminta kepedulian dan komitmennya dalam menjalankan konstitusi tentang kebebasan beragama sebagaimana tertuang pula dalam Nawacita Presiden Jokowi poin 1 (pertama) bahwa Negara akan hadir dalam melindungi dan memberi rasa aman bagi seluruh warganya.
Aktivis Human Right Watch, Andreas Harsono menyayangkan tindakan Pemerintah Provinsi DKI yang menyegel masjid Ahmadiyah di Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan. Kata dia, penyegelan yang mempersoalkan pendirian rumah ibadah sama sekali tidak berdasar.
Sebab menurutnya, peraturan itu baru dibuat 2006, sementara bangunan tersebut sudah berdiri sejak 1970. Dia mengaku sudah mengubungi Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama melalui pesan singkat dan menunggu langkah konkretnya.
“Peraturan itu berlaku surut. Pertama aturan itu bersifat diskriminatif, hukum itu tidak bisa diberlakukan sama terhadap rumah ibadah. Ini dilakukan di bawah Gubernur yang liberal, dalam hal kebebasan beragama,” ujarnya seperti dikutip portalkbr.com pada Rabu (8/7). (medinaonline.id)