Penghilangan paksa dalam Konvensi Anti-Penghilangan Paksa PBB terdiri dari segala bentuk tindakan perampasan kebebasan secara paksa, baik berupa penangkapan, penahanan, penculikan, yang dilegitimasi lewat kekuasaan, dan kerap diikuti dengan penyangkalan-penyangkalan tentang pengetahuan negara atas adanya tindakan penghilangan tersebut, sehingga acap kali menempatkan korban dan keluarganya berada di luar perlindungan hukum.
Penghilangan paksa marak terjadi pada era Orde Baru di mana banyak nama yang hilang karena dicap pengganggu oleh penguasa, dan belum kunjung ada penyelesaiannya hingga hari ini. Temuan Komnas HAM RI sebelumnya, yang diteruskan dengan rekomendasi Pansus DPR RI tahun 2009, telah merekomendasikan bahwa harus diadakan pengadilan HAM ad hoc untuk kasus-kasus penghilangan paksa. Akan tetapi, hingga hari ini kelanjutan penuntasan kasus-kasus tersebut masih tidak terlihat, bahkan cenderung mundur, meski berkas-berkas terkait kasus sudah ada di tangan Kejaksaan Agung. Pula pasca reformasi, aksi penghilangan paksa masih menjadi momok yang sering muncul, misalnya saja pada aksi Mayday 2019 di Makassar, Sulawesi Selatan, di mana tiga orang ditangkap secara paksa oleh Kepolisian hanya karena diduga tergabung anarko. Korban lantas diasingkan selama tiga hari tanpa akses dampingan hukum, serta tanpa diketahui kerabatnya.[1]
Penuntasan kasus penghilangan paksa selalu terkendala impunitas dari para pelaku yang memiliki relasi langsung pada inti kekuasaan. Di sisi lain, korban dari kejahatan penghilangan paksa seringkali adalah mereka oposan pemerintah seperti masyarakat kritis dan/atau pembela hak asasi manusia. Karenanya, kebutuhan akan produk hukum anti-penghilangan paksa menjadi semakin urgen, khsususnya jika melihat congkaknya arah politik kebijakan pemerintah hari ini; misalnya saja RUU Cipta Kerja, RKUHP, UU Minerba, UU Terorisme, yang semakin memberikan legitimasi kepada penguasa untuk tebang pilih mengadili dan merampas kebebasan rakyat.
Dalam lanskap kebijakan seperti itu, konflik-konflik sosial diprediksi akan lahir dengan subur ke depannya terutama karena watak kebijakan yang dibuat mengabaikan rasa keadilan, dan selalu akan menumbuhkan perlawanan. Pada situasi itulah masyarakat yang melawan semakin rentan mengalami pelanggaran HAM, dan penegak hukum bisa saja menggunakan upaya ‘penghilangan’ alih-alih atas nama pengamanan. Realita ini menjelaskan mengapa instrumen hukum tentang penghilangan paksa menjadi sangat penting, bukan hanya agar kewenangan aparat penegak hukum terlimitasi, tapi juga agar masyarakat yang rentan menjadi korban punya ukuran pasti untuk mengkontestasi kesewenangan yang kerap dilakukan oknum aparat.
Menjelang tutup bulan kemerdekaan ini, pemerintah harus mengevaluasi dan merefleksikan kembali dengan sungguh-sungguh sejauh mana usaha yang telah diupayakan dalam menyelesaikan kasus-kasus penghilang paksa, yang nyatanya telah menahun terhenti. Keengganan untuk segera menyelesaikannya menunjukkan bahwa memang impunitas memang masih dipelihara oleh kekuasaan. Dan, hal itu adalah kemunduran dalam konteks penegakkan hukum dan HAM. Untuk itu, melalui rilis ini LBH Jakarta menagih hutang-hutang penyelesaian kasus penghilangan paksa kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera:
- Memerintahkan Jaksa Agung lewat surat Keputusan Presiden untuk segera menindaklanjuti hasil investigasi dengan sungguh-sungguh melalui mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang tersedia, yakni membentuk pengadilan HAM ad hoc untuk menyelesaikan hutang-hutang kasus penghilangan paksa;
- Segera meratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa Internasional untuk memberikan kepastian hukum dan jaminan keamanan bagi para pembela hak asasi manusia dan masyarakat luas;
- Menghormati para keluarga korban dengan cara terus mencari keberadaan orang-orang hilang, menghapus impunitas yang selama ini menjauhkan para pelaku dari pertanggungjawaban hukum, dan memberikan restitusi kepada korban sesuai mekanisme HAM yang tersedia.
Demikian rilis ini kami sampaikan. Selamat hari anti-penghilangan paksa internasional, hidup korban, jangan diam, lawan!
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta,
30 Agustus 2020
[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190503135442-20-391671/8-orang-disebut-hilang-kontak-usai-aksi-may-day-di-makassar).