Manuver Adrianus Meliala dan Penyidikan Polisi yang Sangat Lama
10 bulan telah berlalu pasca kejadian penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Sungguh malang nasib Novel, dalam kurun waktu yang sekian lama, kasusnya bukan belum menemui titik terang. Bahkan, sebanyak 167 penyidik yang diturunkan polisi hanya bisa menerbitkan sketsa wajah terduga pelaku. Dalam keadaan sengkarut begini, Komisioner Ombudsman RI, Adrianus Meliala malah melancarkan manuver-manuver yang tidak masuk akal. Ia melempar isu bahwa BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Novel harus diulang setelah sebelumnya menyatakan AL, terduga kuat pelaku penyerangan Novel sebagai korban maladministrasi oleh polisi.
Perihal aduan maladministrasi polisi oleh AL bahkan Adrianus sebagai Komisioner Ombudsman datang sendiri meminta klarifikasi ke Polda Metro Jaya. Bahkan, rekomendasi Adrianus meminta pemulihan nama baik AL. Polisi dengan cepat menyimpulkan AL memiliki alibi-alibi saat diperiksa sebagai saksi terkait keterlibatannya. Perihal pemecatan AL dari tempatnya bekerja seharusnya yang disalahkan tentu saja perusahaan karena perusahaan tidak boleh memecat karyawan yang belum terbukti melakukan tindak pidana. Tindakan Adrianus meminta Polda Metro Jaya memulihkan nama baik AL tentu sangat berlebihan. AL seolah-olah dibuat menjadi korban.
2 (dua) hari yang lalu, Adrianus kembali melontarkan pernyataan konyol dengan menyebut pemeriksaan Novel harus diulang karena Novel belum pernah di BAP. Adrianus menyebut sumber informasinya adalah polisi yang menyidik kasus Novel. Ia juga menyebut, yang ada di kepolisian hanyalah dokumen pemberian keterangan saja. Tidak hanya itu, Adrianus lebih lanjut malah menyerang Novel dengan statemen-statemennya yang menilai Novel tidak kooperatif dan tidak terbuka. Novel sebagai korban justru dipersalahkan.
Faktanya Novel Baswedan telah diperiksa sebagai korban oleh Penyidik Polda Metro Jaya di Singapura. Kuasa Hukum, dan Biro Hukum KPK di KBRI Singapura pada 14 Agustus 2017 mendampingi BAP Novel selama 5-6 jam. Meskipun dalam keadaan sakit, Novel menjawab semua pertanyaan-pertanyaan dalam BAP.
Beberapa media memberitakan bahwa BAP Novel hilang setelah mendengar pernyataan Adrianus. Publik kemudian merespon isu hilangnya BAP Novel tersebut, lalu Polda Metro Jaya langsung mengadakan klarifikasi bahwa BAP tersebut ada dan masih dijaga. Pernyataan Adrianus seolah-olah merupakan tes ombak (test the water) untuk melihat bagaimana publik merespon jika penyidikan kasus Novel dibuat bukan hanya jalan ditempat namun juga bolak-balik. Terlihat, polisi tidak mau tampil didepan atas kejanggalan-kejanggalan yang terjadi.
Tim Advokasi Novel justru mempertanyakan intensi Adrianus pada statemen-statemennya sebagai Komisioner Ombudsman. Semestinya Ombudsman berperan mengkritisi pelayanan publik dan buruknya administrasi kepolisian, bukan menyerang Novel Baswedan yang merupakan korban kekerasan. Apakah ia sedang bermanuver atau betul menjalankan tugas? Jika ia dalam hal apa dan bagaimana prosesnya? Apakah tindakannya merupakan keputusan lembaga? Jangan sampai Ombudsman justru yang melakukan maladministrasi.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil Tim Advokasi Novel Baswedan mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan penyidikan oleh polisi diantaranya tidak ditemukannya sidik jari pelaku penyerangan pada cangkir yang digunakan menyiram air keras, dilepaskannnya tiga orang yang diduga pelaku penyerangan, ketidak sepahaman penyidik Polda Metro dan Mabes Polri, dan ada tim Polri yang bergerak diluar proses penyidikan. Bahkan, polisi sampai melayangkan panggilan kepada kuasa hukum Novel, Alghiffari Aqsa dan Dahnil Anzar Simanjutak, Tim Advokasi Novel yang vokal mengkritik kinerja kepolisian dalam melakukan penyidikan. Novel sendiri juga pernah menyebut bahwa ada jenderal polisi yang berkepentingan agar kasusnya tidak terungkap. Memang di BAP belum ia jawab terkait nama nama petinggi polisi ini, karena sebaimana disampaikan Novel, ia tidak percaya penyidik polisi bisa mengusut, Novel akan menyampaikan hal itu di TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta).
Berbagai kejanggalan sebagaimana diatas menandakan bahwa proses penanganan kasus penyiraman air keras Novel Baswedan masih belum menunjukkan perkembangan berarti hingga saat ini. Bisa jadi apa yang dilakukan Adrianus dan Polri hanyalah drama agar kasus ini terkesan sulit untuk diungkap sehingga proses hukum yang berlarut-larut seolah wajar.
Tim Advokasi menduga keras terdapat berbagai konflik kepentingan (conflict of interest) dalam pengungkapan kasus Novel. Sebagai penyidik senior KPK, Novel seringkali memimpin penyidikan kasus-kasus korupsi besar termasuk yang melibatkan petinggi Polri. Patut diduga teror penyiraman air keras terhadap Novel adalah serangan terhadap KPK. Sehingga, untuk mengungkap dalang dan pelaku penyerangan Novel diperlukan tim independen yang berasal dari luar kepolisian.
Berdasarkan pernyataan diatas koalisi masyarakat sipil Tim Advokasi Novel Baswedan meminta:
1. Kepada Presiden agar segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) yang terdiri dari tokoh-tokoh, ahli, akademisi dan praktisi;
2. Kepada Kepolisian agar bekerja secara profesional, terbuka dan independen;
3. Kepada Ombudsman agar bertindak secara Independen dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan publik bukan malah menyerang Novel yang berposisi sebagai korban;
Tertanda
TIM ADVOKASI NOVEL BASWEDAN
Narahubung:
Alghiffari Aqsa (081280666410)
Yati Andriyani (08158664599)
Lalola Easter (081290112168)