Siaran Pers Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Omah Munir, Imparsial, Setara Institute, Amnesty Internasional Indonesia dan YLBHI sangat kecewa atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi atas permohonan informasi dokumen TPF Munir. Kami menganggap putusan ini memutus harapan bahwa Mahkamah Agung dapat membuka kembali kesempatan mengungkap kasus Munir karena faktanya, MA gagal menggunakan kewenangannya mengoreksi pemerintah.
Sebelumnya pada 27 Februari 2017, KontraS mendaftarkan kasasi KIP Munir ke MA sebagai bentuk upaya hukum lanjutan setelah Majelis Hakim PTUN Jakarta menyatakan bahwa Dokumen TPF Munir bukanlah informasi publik dan menolak permohonan informasi KontraS ke Pemerintah RI c.q Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Namun kemudian Majelis Hakim Kasasi di Mahkamah Agung ikut menguatkan putusan PTUN Jakarta dan menolak kasasi dari KontraS.
Terhadap putusan penolakan kasasi oleh Mahkamah Agung ini, kami berpendapat :
Pertama, Terkait prosedur persidangan. Sangat disayangkan, penolakan kasasi tersebut juga diketahui hanya melalui website Mahkamah Agung beberapa hari lalu, tanpa disertai adanya pemberitahuan resmi dari panitera Mahkamah Agung kepada KontraS selaku pemohon kasasi. Petikan putusan dan putusan lengkapnya pun belum kami terima meski dalam informasi di website dinyatakan amar putusan telah dibuat sejak 13 Juni 2017.
Selain itu, jika mengutip ketentuan Pasal 9 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan disebutkan bahwa “Mahkamah Agung wajib memutus dalam waktu paling lambar 30 (tiga puluh) hari sejak Majelis Hakim ditetapkan”. Namun demikian, sejak mengajukan permohonan kasasi pada 27 Februari 2017, kami mendapatkan surat pemberitahuan dari Kepaniteraan PTUN Jakarta yang menyatakan telah mengirimkan berkas perkara kasasi ke MA pada 11 April 2017. Yang perlu dipertanyakan, apakah penunjukkan Majelis Hakim untuk perkara ini membutuhkan waktu hingga lebih dari satu bulan lamanya hingga putusan baru diputus pada 13 Juni 2017.
Kedua, Terkait Materi Kasasi. Penolakan kasasi tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman Majelis Hakim Kasasi dalam menilai pentingnya suatu informasi publik bagi masyarakat. Majelis Hakim seakan menganggap bahwa tidak adanya catatan bahwa Dokumen TPF Munir pernah diserahkan oleh Presiden pada tanggal 24 Juni 2005 kepada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) untuk diarsipkan adalah suatu hal yang wajar. Ketika Mahkamah Agung melalui putusannya telah memaklumi kelalaian administratif tersebut tentu dapat menjadi preseden buruk bagi praktik administratif dan budaya transparansi pemerintah. Selain itu, dengan tidak segera disampaikannya hasil kasasi tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan dan bentuk pengabaian Mahkamah Agung terhadap sengketa informasi publik yang hasilnya sudah ditunggu-tunggu oleh publik.
Ketiga, Terkait Keberadaan Dokumen TPF Munir. Meskipun Pemerintah RI c.q Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menyatakan tidak mengetahui dan menyimpan dokumen hasil penyelidikan TPF Munir –yang sebenarnya menjadi tanggungjawab Kemensetneg- namun pada 26 Oktober 2016, Sudi Silalahi (mantan Menseskab) atas permintaan Soesilo Bambang Yudhoyono mengirimkan salinan naskah dokumen dokumen hasil penyelidikan TPF Munir tersebut ke Istana Negara. Kebenaran penyerahan salinan dokumen tersebut juga telah dikonfirmasi oleh Johan Budi, Juru Bicara Kepresidenan RI keesokan harinya. Hal tersebut menjadi janggal ketika Pemerintah RI kemudian bukannya mengumumkan dokumen TPF Munir tersebut kepada publik melainkan justru mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, hingga prosesnya kemudian berada di Mahkamah Agung. Perlu dipertanyakan kembali keberadaan dokumen TPF Munir tersebut saat ini. Mantan Presiden kala itu, Soesilo Bambang Yudhoyono dan Presiden RI saat ini, Joko Widodo juga terkesan hanya saling lempar tanggung jawab, sementara pelaku pembunuhan Munir masih bebas di luar sana menikmati impunitas.
Berdasarkan hal di atas, maka kami mendesak:
- Mahkamah Agung untuk segera menyampaikan pemberitahuan dan salinan putusan lengkap kasasi KIP Munir;
- Mendesak Presiden RI untuk memerintahkan Mensesneg maupun untuk mencari dokumen TPF Munir yang merupakan dokumen penting kenegaraan.
Jakarta, 16 Agustus 2017
Suciwati Munir
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Omah Munir
Imparsial
Setara Institute
Amnesty International Indonesia
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)