Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta turut prihatin sekaligus mengutuk peristiwa memilukan yang diduga terjadi di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022. Berdasarkan informasi terbatas yang diketahui publik, sementara terdapat 2 hal yang saling bertalian terjadi dalam peristiwa tersebut, yakni tembak menembak antara Brigpol J dengan Bharada E serta pelecehan seksual dan pengancaman yang dialami oleh istri Kadiv Propam Polri. Namun belakangan, beredar pula versi bahwa Brigpol J adalah korban penyiksaan. Hal itu didasarkan keterangan kuasa hukum dan pengakuan keluarga bahwa kondisi jenazah mendiang Brigpol J yang tidak hanya disertai luka tembak, namun juga luka sayatan.
Belum jelas sebenarnya apa yang terjadi dalam kasus ini, namun terdapat kejanggalan mulai dari adanya jarak waktu antara peristiwa penembakan dengan pengungkapan ke publik pada 11 Juli 2022 oleh Karopenmas Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan; tidak berfungsinya kamera pengawas (CCTV) di rumah tersebut; hingga intimidasi terhadap wartawan yang melakukan peliputan. Publik mulai menyangsikan narasi versi polisi beserta janji manis penuntasannya yang disampaikan langsung oleh Kapolri.
- Baca juga: “4 Tahun Penyerangan Novel Baswedan: Pemerintah Tak Mampu Ungkap Aktor Intelektual Penyerangan”
Berangkat dari peristiwa tersebut di atas, LBH Jakarta berpandangan sebagai berikut:
Pertama, kasus ini tentunya berdampak terhadap kelompok rentan, khususnya istri Kadiv Propam maupun anggota keluarga lain yang saat kejadian berada di lokasi. Sehingga pemulihan kondisi fisik maupun psikis serta proses hukum yang berkeadilan harus diutamakan.
Kedua, Polri belum mengambil sikap yang tegas dan jelas, bahkan terdapat kecenderungan sikap mendua dalam kasus ini. Di satu sisi petinggi Polri menyampaikan komitmennya untuk menuntaskan kasus dengan membentuk tim gabungan. Namun di sisi lain tindakan Polri terkesan menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik, hal ini terlihat dari intimidasi yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap wartawan yang meliput di sekitar rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Kami meragukan bahwa tim gabungan yang dibentuk Kapolri mampu untuk mengungkap secara utuh fakta yang sebenarnya terjadi dan memproses pelaku lapangan dan pelaku intelektualnya. Khawatirnya, tim gabungan ini hanya dibentuk sebagai formalitas belaka untuk menampilkan keseriusan semu Polri di tengah desakan publik agar Polri mengungkap kasus ini. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, tim gabungan serupa pernah dibentuk untuk mengungkap kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan, namun tim tersebut justru hanya mampu mengungkap pelaku pada level lapangan dan bahkan diduga kuat pelaku tersebut bukanlah pelaku yang sebenarnya.
Ketiga, perbedaan keterangan antara pihak Polri dengan keluarga mengenai luka yang bersarang di tubuh mendiang Brigpol J merupakan fakta yang tidak boleh dianggap remeh. Berdasarkan pemberitaan dan isu yang berkembang di ruang publik, disinyalir terdapat distorsi terhadap hasil autopsi. Terlebih, menurut penuturan warga sekitar rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo, tidak terlihat adanya ambulans pasca kejadian. Fakta ini seharusnya menjadi pintu masuk untuk segera ditindaklanjuti dengan melakukan autopsi ulang oleh lembaga atau organisasi profesi dokter spesialis forensik yang independen terhadap jenazah mendiang Brigpol J sebagai second opinion guna ditemukan fakta yang sebenarnya.
Keempat, terdapat dugaan penghilangan dan penyembunyian alat bukti, karena terdapat keterangan bahwa CCTV di Rumah Dinas Kadiv Propam mati karena dekodernya rusak dan dekoder CCTV yang terpasang di Komplek Perumahan Kadiv Propam diganti oleh Anggota Kepolisian sehari setelah kejadian tanpa disaksikan oleh Ketua RT/RW, oleh karena 2 kejadian tersebut di atas bertepatan pada saat kejadian dan sehari setelah kejadian maka sangat penting untuk menelusuri kejadian tersebut secara mendalam, selain itu juga menjadi penting untuk memeriksa semua CCTV di tempat lain yang berhubungan dengan kasus ini, seperti pada saat Jenazah dibawa ke RS Polri untuk dilakukan autopsi.
Hari ini (21/07), melalui media kepolisian menyampaikan telah menemukan CCTV terkait dengan peristiwa, namun tidak merinci CCTV yang ditemukan, apakah CCTV di rumah Kadiv Propam atau di Komplek Perumahan atau di RS Polri. Kemudian menjadi pertanyaan juga kenapa CCTV tersebut baru ditemukan dan dimana ditemukan.
Jika CCTV tersebut sempat disembunyikan maka ada dugaan tindak pidana obstruction of justice yang harus diselidiki lebih dalam oleh Kepolisian RI termasuk juga dalam hal penghalangan, intimidasi dan penghapusan rekaman milik 2 Jurnalis sebelumnya karena hal tersebut juga masuk dalam Pidana yang berbeda yakni, Tindak Pidana Kebebasan Pers. Kami menilai penting untuk Kepolisian segera melakukan digital forensik terhadap CCTV tersebut, dengan melibatkan ahli serta mengumumkannya ke Publik.
Kelima, sejak kasus ini mengemuka di ruang publik, terjadi silang pendapat seputar penggunaan senjata Glock 17 yang digunakan oleh Bharada E untuk menembak Brigpol J. Ada pihak yang menyatakan bahwa Bharada E tidak lazim bahkan tidak berhak menggunakan senjata api tersebut. Namun pihak di seberangnya menyatakan bahwa senjata api tersebut lazim digunakan anggota Polri yang bertugas sebagai ajudan pejabat Polri, apalagi Bharada E berasal dari Korps Brimob Polri.
Jika ditilik lebih lanjut, kontroversi penggunaan senjata api oleh Bharada E bukan hanya sekedar memperlihatkan kejanggalan yang terjadi dalam kasus ini. Namun juga menunjukan permasalahan lain dalam tubuh Polri, yakni mengenai ketidakjelasan aturan penggunaan senjata api oleh anggota Polri. Dalam Perkap No. 1/2022, tidak diatur tentang syarat kepangkatan serta detail tugas dan fungsi yang berkenaan dengan penggunaan senjata api. Dengan ketidakjelasan pengaturan tersebut, dikhawatirkan kedepannya semakin banyak anggota Polri yang menggunakan senjata api secara serampangan dan sewenang-wenang tanpa urgensi tugas dan relevansi fungsi yang jelas.
Keenam, baik mengenai versi tembak menembak antara Bharada E dengan Brigpol J atau justru mengenai versi dugaan penyiksaan yang diderita oleh Brigpol J. keduanya menunjukan bahwa kultur kekerasan masih mengakar kuat dalam tubuh institusi Polri. Hal tersebut menambah deretan kasus kekerasan yang bukan hanya dilakukan oleh Polri terhadap masyarakat, namun juga sesama anggota Polri. Masih segar di ingatan kita pada 21 Oktober 2021 lalu bagaimana Kapolres Nunukan melakukan penganiayaan terhadap bawahannya; bagaimana Kombes Ekotrio mengamuk dan menghajar 7 anggota Polri yang berjaga di gerbang Pusdikmin Lemdikpol Polri pada 2018 lalu, dan deretan kasus-kasus kekerasan lainnya. Berbagai kasus kekerasan yang dilakukan institusi Polri dalam banyak kasus berujung impunitas dengan berhenti pada penjatuhan sanksi etik tanpa diproses tindak kekerasannya.
Oleh karenanya berdasarkan hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta mendesak agar:
- Presiden harus memastikan tidak ada impunitas dalam kasus kematian brigadir J dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat sipil yang melakukan pemeriksaan secara objektif, transparan, dan akuntabel termasuk membentuk tim forensik independen di luar Puslabfor Polri untuk melakukan autopsi ulang Jenazah mendiang Brigadir J:
- Presiden dan DPR melanjutkan agenda reformasi kepolisian termasuk namun tidak terbatas pada reformasi institusional maupun reformasi kultural;
- Lembaga Negara Independen, seperti Komnas HAM, Kompolnas, Ombudsman RI dan Komnas Perempuan, dapat aktif melakukan pemeriksaan sesuai dengan fungsi dan cakupan kewenangannya masing-masing;
- Kapolri memastikan jajarannya agar menuntaskan proses hukum yang ada terkait kasus ini dengan profesional dan berpihak pada korban;
- Kapolri menjamin aksesibilitas Lembaga Negara Independen terhadap alat bukti untuk melakukan pemeriksaan kasus ini;
- Kapolri melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan senjata api dan menetapkan ketentuan penggunaan senjata api yang jelas sesuai dengan fungsi dan kewenangan petugas terkait; dan
- Seluruh pihak menjamin pendampingan dan pemulihan kondisi fisik dan psikis bagi kelompok rentan yang terdampak.
Jakarta, 21 Juli 2022
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung:
- Fadhil Alfathan ([email protected])
- Teo Reffelsen ([email protected])
- Charlie Albajili ([email protected])
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.