Siaran Pers
Langkah Presiden menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang memuat pengaturan sanksi tindakan berupa kebiri kimia adalah langkah yang tidak tepat dan tidak efektif untuk mengatasi masalah kekerasan seksual, beberapa alasan yang mendasari pandangan ini adalah sebagai berikut:
Pertama, tidak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa praktik kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual berbanding lurus dengan menurunnya angka kekerasan seksual. Pengacara Publik LBH Jakarta, Arif Maulana mengatakan bahwa dari penelitian yang dilakukan oleh Heim&Hursch, 31% dari pelaku kejahatan seksual yang dikebiri masih dapat merasakan gairah seksual dan melakukan seksual intercourse. “Masalah penting dari kasus kekerasan seksual bukanlah sekedar seks, tetapi masalah dominasi seksual terhadap perempuan.” Arif menambahkan, bahwa semestinya pemerintah melakukan pendekatan struktural dalam menanggulangi permasalahan ini dengan menekankan pada pendidikan sex usia dini dan pendidikan gender bagi masyarakat Indonesia. “Kultur dominasi seksual antara laki-laki terhadap perempuan ini yang semestinya secara maksimal diupayakan oleh pemerintah,” tambah Arif.
Selanjutnya, tindakan kebiri kimia selain terbukti tidak tepat dan efektif untuk menekan angka kekerasan seksual, juga tidak tepat dari sudut pandang tujuan pemidanaan. Sanksi tindakan idealnya ditujukan untuk memperbaiki si pelaku. Namun dalam hal ini, pengkebirian sebagai bentuk sanksi tindakan sangat diragukan efektifitasnya untuk memperbaiki pelaku kejahatan kekerasan seksual. Pengacara Publik LBH Jakarta, Ichsan Zikry menjelaskan bahwa pengkebirian justru dapat merusak psikis dan fisik pelaku kejahatan. Ichsan juga berpendapat bahwa tingginya ancaman hukuman, termasuk ancaman pengkebirian tidak ada korelasinya dengan mencegah potensi terjadinya kekerasan seksual. “Setinggi apapun ancaman hukumannya apabila penegakan hukumnya lemah, tidak akan efektif menanggulangi kejahatan. Kenyataannya, justru begitu banyak kasus kekerasan seksual yang mandek dan berakhir dengan tidak diadilinya pelaku kejahatan,” jelas Ichsan.
Selain kendala dalam masalah penegakan hukumnya, masalah juga terdapat dari segi tidak maksimalnya dan efektifnya pelaksanaan pemidanaan di lembaga pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai pelaksana program pemidanaan masih mengelola lembaga pemidanaan dengan konvensional. Ichsan menjelaskan bahwa pemidanaan di lapas dijalankan dengan menyamaratakan program pembinaan terhadap setiap narapidana, tanpa memperhatikan tindak pidana yang dilakukannya. Mulai dari pelaku pencurian, pembunuhan, korupsi, dan juga kekerasan seksual, tidak diberikan program pemidanaan yang khusus. “Setiap tindak pidana yang terjadi memiliki latar belakang yang khusus, dan untuk menanggulanginya perlu pendekatan yang khusus pula,” kata Ichsan.
Ichsan menambahkan bahwa tidak mungkin menyamakan program pembinaan pelaku pencurian dengan pelaku kekerasan seksual. Program pembinaan yang tidak jelas inilah yang mengakibatkan pemidanaan terhadap pelaku kekerasan seksual tidak efektif.
Selain diragukan efektifitasnya dalam menanggulangi kekerasan seksual, pelaksanaan kebiri sebagai sanksi tindakan adalah bentuk sanksi yang melanggar Hak Asasi Manusia. Mengacu pada ICCPR dan Convention Anti Torture (CAT), Pengkebirian dapat dikategorikan sebagai corporal punishment, hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Kebijakan sanksi kebiri terlihat sebagai langkah populis dibanding langkah efektif untuk menanggulangi kekerasan seksual. Kegagalan pemerintah dalam mendidik masyarakat, melindungi korban, melaksanakan penegakan hukum yang efektif dan mengelola lembaga pemidanaan dengan baik ditutupi dengan kebijakan kebiri yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dasar dan tujuannya.
Atas dasar hal-hal diatas, kami menyampaikan beberapa hal:
1. Mengecam disahkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2016 terkait dimasukkannya sanksi tindakan kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual.
2. Mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk menolak Perpu Nomor 1 Tahun 2016.
3. Mendesak Pemerintah untuk mengatasi permasalahan kekerasan seksual dengan cara-cara yang efektif, bertujuan untuk mencegah dan melindungi korban kekerasan seksual, dengan tetap memperhatikan hak asasi manusia tersangka.
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Arif Maulana/Ichsan Zikry (0817256167/087789298381)