Kasus Suap Dan Penggelapan Dalam Jabatan Perkara Narkotika
Rabu, 31 Agustus 2022, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutus sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap polisi pelaku dugaan suap dan penggelapan dalam jabatan perkara narkotika, yakni eks Kapolres Bandara Soekarno-Hatta, Kombes Pol. Edwin Hatorangan Hariandja. Tak hanya Edwin, Kasat Reserse Narkoba, AKP Nasrandi dan Kasubnit Sat Resnarkoba Iptu Triono A juga diputus PTDH. Sedangkan Kanit Sat Resnarkoba Iptu Pius Sinaga mendapatkan Demosi 5 Tahun dan 7 Bintara yang terlibat didemosi juga 2 tahun.
Tak ada yang dapat dibanggakan dari sanksi etik tersebut. Alih-alih tegas, sanksi etik terhadap perilaku koruptif yang dilakukan secara berjamaah oleh Kapolres Bandara Soekarno-Hatta justru menunjukkan kemunafikan institusi Polri yang sedang gencar-gencarnya memperbaiki citra pasca kasus Sambo.
4 Pandangan LBH Jakarta Mengenai Kasus Ini
Atas hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta berpandangan sebagai berikut:
Pertama, LBH Jakarta mengecam proses etik terhadap Kapolres Bandara Soekarno-Hatta beserta bawahannya karena tidak dibarengi dengan proses pidana. Diketahui bahwa Kapolres Bandara Soekarno-Hatta menerima uang dari Kasat Reserse Narkoba yang berasal dari barang bukti dalam penanganan kasus narkotika, sebesar USD 225 ribu atau senilai Rp3,3 miliar (dikutip dari Tempo.co). Perbuatan yang jelas-jelas merupakan tindak pidana tersebut, tidak pantas hanya diganjar sanksi etik. Seharusnya, proses etik dan pidana dapat sekaligus.
Dalam kasus ini, seharusnya KPK melakukan pengusutan. Hal tersebut karena terdapat dugaan tindak pidana suap maupun penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam UU Tipikor. Terlebih, pelaku merupakan penyelenggara negara dengan nilai korupsi di atas 1 miliar. Sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak mengusut kasus ini.
Lebih dari itu, sanksi etik tanpa proses pidana atau sebaliknya atau bahkan tanpa sanksi sama sekali merupakan pola yang jamak untuk melanggengkan impunitas. Berdasarkan catatan pendampingan dan pemantauan LBH Jakarta, 58 kasus penyiksaan yang pelakunya tidak dihukum secara pidana dan etik, Kasus Irjen Napoleon Bonaparte, Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri tersebut masih berstatus anggota Polri aktif dan belum dicopot dari jabatannya meskipun kasus suap red notice Djoko Tjandra, kasus 2 terdakwa kasus penyerangan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Bripka Ronny Bugis dan Briptu Rahmat Kadir Mahulette telah dijatuhi vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 16 Juli 2020. Keduanya diketahui masih menjadi polisi aktif, kasus penangkapan 1.489 orang dalam Pengamanan Aksi Demonstrasi september 2019 yang dilakukan secara melanggar hukum dan HAM seperti penggunaan kekerasan, pembatasan akses terhadap terduga pelaku, lambannya penanganan medis dan terbatasnya akses bantuan hukum.
Kedua, perilaku koruptif kepolisian hampir menjangkiti semua level dalam tubuh Polri, mulai dari yang berpangkat Jenderal seperti eks Kadivhubinter, Napoleon Bonaparte yang menerima suap miliaran, hingga bintara Satlantas Polres Bandara Soekarno-Hatta yang menerima pungli berupa sekarung bawang dari pengemudi truk pada 2021 lalu. Perilaku culas ini tentunya terus berulang karena tidak memadainya pengawasan dan mekanisme akuntabilitas Polri.
Ketiga, tampaknya meski sedang diterpa badai kasus Ferdy Sambo, Kepolisian RI tetap saja tidak mengevaluasi dan mengoreksi apalagi mereformasi dirinya. Oleh karenanya, menjadi valid jika publik menilai bahwa memang ada permasalahan serius di tubuh kepolisian RI baik secara instrumental, struktural, dan kultural.
Keempat, Pemerintah dan DPR RI harus benar-benar serius dan aktif menanggapi permasalahan serius di tubuh Kepolisian RI dengan menuntaskan segera agenda reformasi kepolisian RI dengan membentuk tim percepatan, jika tidak Kejahatan Impunitas semacam ini akan terus berulang dan Pemerintah serta DPR RI akan dinilai publik mendiamkan atau menoleransi hal ini atau menjadi bagian dari masalah.
Desakan LBH Jakarta Terkait Kasus Suap Dan Penggelapan
Oleh karenanya, berdasarkan hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta mendesak agar:
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan pengusutan terhadap dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Kapolres Bandara Soekarno-Hatta beserta bawahannya;
- Kepolisian RI melakukan penegakan hukum pidana terhadap semua anggota yang terlibat secara aktif dalam melakukan penghilangan alat bukti perkara Narkoba yang ditangani Polres Bandara Soetta.
- Pemerintah dan DPR RI menangani permasalah dan kritik publik terhadap Kepolisian RI secara serius dan aktif dengan melanjutkan agenda Reformasi Kepolisian secara instrumental, kultural dan struktural;
Jakarta, 1 September 2022
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung:
- Teo Reffelsen ([email protected])
- M. Fadhil Alfathan ([email protected])
- M. Charlie Albajili ([email protected])
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.