Pers Rilis : 887 / SK-RILIS / VII / 2017
Semarak Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa,
LBH Jakarta Himbau Perbaikan Kinerja Lembaga Kejaksaan
Hari Bhakti Adhyaksa (Hari Kejaksaan Nasional) diperingati setiap tanggal 22 Juli. Terkait dengan kedudukan LBH Jakarta sebagai lembaga yang fokus memberikan bantuan hukum yang sering berhadapan langsung dengan jaksa, maka penting bagi LBH Jakarta untuk menyuarakan refleksi terkait situasi faktual seputar permasalahan-permasalahan yang kerap terjadi di Lembaga Kejaksaan.
Dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, secara tegas dan jelas telah menempatkan posisi jaksa sebagai salah satu profesi penegak hukum yang dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, terutama fungsi jaksa sebagai pengendali suatu perkara (dominus litis) dalam proses penyidikan. Hal tersebut dikarenakan hanya institusi kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.
Namun demikian masih saja terdapat permsalahan-permasalahan krusial terkait kinerja kejaksaan. Dalam kurun waktu 2014 s.d 2017, LBH Jakarta mencatat beberapa permasalahan yang pernah diadukan dan ditangani LBH Jakarta, seperti : adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seorang jaksa, tidak adanya pengawasan terhadap proses pemeriksaan perkara pidana, minimnya jaminan perlindungan anak dalam pemeriksaan di kejaksaan, sulitnya akses untuk memperoleh informasi dan salinan berkas perkara yang akan berkaitan dengan pembelaan seorang terdakwa, serta permasalahan-permasalahan lainnya.
Selanjutnya LBH Jakarta juga kerap berhadapan dengan jaksa yang tidak menguasai perkara yang ditanganinya. Seperti yang terjadi pada tahun 2016, kasus salah tangkap yang berujung pada praktek penyiksaan yang menimpa Andro dan Nurdin (pengamen Cipulir yang dituduh melakukan pembunuhan), mereka dipaksa mengaku telah melakukan tindak pidana pembunuhan, namun pada yang akhirnya memperoleh putusan bebas. Hal tersebut juga terjadi pada Herianto, Aris serta Bihin (yang dituduh melakukan tindak pidana pencurian motor dan penadahan) pada Juni 2017, namun mereka mendapatkan penetapan hakim untuk tidak dilanjutkan persidangannya karena penetapan status tersangka yang disandangkan kepada mereka dinilai hakim tidak sah.
Ironisnya, kasus seperti yang dialami Andro, Nurdin, Herianto, Aris dan Bihin tersebut, bukanlah yang pertama kali terjadi. Selama 3 (tiga) tahun terakhir, LBH Jakarta mencatat sekurang-kurangnya terdapat 37 (tiga puluh tujuh) kasus salah tangkap yang berakhir pada praktek penyiksaan yang diadukan ke LBH Jakarta dan beberapa diantaranya dinyatakan terbukti tidak bersalah. Tentunya, angka ini belum merepresentasikan kasus-kasus lain dimana para korbannya tidak memiliki akses terhadap bantuan hukum atau turut diawasi kasusnya oleh sorotan media massa.
Kecenderungan Jaksa yang hanya sekedar melanjutkan berkas perkara yang diberikan oleh penyidik kepadanya untuk dijadikan dasar penuntutan dimuka pengadilan, membuat peran jaksa dipandang seperti “kurir” atas perkara yang disidik oleh kepolisian. Dari contoh kasus di atas, jaksa tidak mengetahui dasar perkara yang sedang mereka tangani. Penguasaannya yang minim tersebut tentu akan menghasilkan dakwaan yang tidak adil pula dan selanjutnya ketika jaksa tidak berhasil membuktikan adanya tindak pidana di pengadilan, jaksa terus mengajukan upaya hukum banding bahkan hingga kasasi. Seharusnya kegagalan jaksa dalam membuktikan dakwaannya dijadikan sebagai sebuah peringatan agar jaksa tidak gegabah menerima perkara dan membawanya kemuka pengadilan.
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan permasalahan diatas, LBH Jakarta mendesak lembaga kejaksaan untuk dapat memaksimalkan fungsi jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis) dan meningkatkan sistem pengawasan internal di lembaga kejaksaan untuk meminimalisir jaksa-jaksa yang melakukan pelanggaran bahkan merugikan posisi sang pencari keadilan.
Demikian pernyataan ini kami buat, demi terciptanya institusi kejaksaan yang jujur, bijaksana, berintegritas, bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, serta mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel sesuai dengan doktrin Tri Krama Adhyaksa.
Jakarta, 24 Juli 2017
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Narahubung :
Ayu Eza Tiara (082111340222)
Arif Maulana (0817256167)