Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kembali mengadakan pendidikan hukum kepada para buruh. LBH Jakarta mengadakan pendidikan hukum kepada buruh yang tergabung dalam Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI). Pelatihan ini diadakan di Kantor DPP – FBTPI – Jl. Jampea Raya Lorong 20 – No 123D Tanjung Priok Jakarta Utara (17/02). Adanya pendidikan hukum ini merupakan inisiasi dari FBTPI untuk memberikan pendidikan hukum serta pelatihan kepada anggotanya guna melakukan advokasi terhadap permasalahan-permasalahan hukum terutama mengenai ketenagakerjaan yang seringkali menimpa para buruh.
Pada pertemuan ini LBH Jakarta memberikan materi dalam 2 sesi untuk materi Pengantar Hukum Perburuhan dan Dinamika Peraturan Perundang-undangan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Dalam materi Pengantar Hukum Perburuhan yang difasilitasi oleh Husni Mubarak, para peserta pelatihan mendapatkan penjelasan mengenai munculnya 3 (tiga) undang-undang terkait ketenagakerjaan pasca reformasi. Undang-undang tersebut adalah UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, UU No. 3 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Tiga paket kebijakan tersebut lahir pasca Reformasi dan menurut Husni dilatarbelakangi oleh program Globalisasi Multinational Corporation.
“Salah satu bentuk kebijakan perburuhan tersebut adalah pasar kerja fleksibel/hubungan perburuhan yang bersifat fleksibel,” kata Husni.
Dalam sesi selanjutnya para peserta diskusi dihadapkan pada materi Dinamika Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan pasca putusan MK dan MA yang disampaikan oleh Muhamad Ali Hasan. Dalam pemaparannya Ali menjelaskan bahwa UU Ketenagakerjaan merupakan salah satu UU yang paling sering diajukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Namun, dalam kemenangan tersebut hanyalah kemenangan diatas kertas. Ali memberikan contoh kemenangan buruh atas putusan MK Nomor 37/PUU-IX/2011. Putusan tersebut menyatakan frasa belum ditetapkan dalam Pasal 155 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap. Artinya, selama peselisihan hubungan industrial belum berkekuatan hukum tetap maka pengusaha dan buruh wajib melaksanakan kewajibannya masing-masing.
“Namun dalam praktiknya pengusaha melakukan pelarangan terhadap buruh untuk bekerja dan pengadilan seringkali hanya mengabulkan upah proses selama 6 bulan saja walaupun proses perkara sampai berkekuatan hukum tetap menghabiskan waktu lebih dari 6 bulan,” jelas Ali.
Rencananya pelatihan ini akan diadakan setiap satu minggu sekali selama kurang lebih tiga bulan. Dengan pelatihan ini LBH Jakarta berharap buruh dapat mandiri dalam melakukan advokasi terhadap kasus-kasus yang menimpa diri mereka sendiri ataupun yang dialami oleh anggota-anggota serikat lainnya. (MAH)