Pada tanggal 9 Agustus 2022 Kapolri melalui Kabareskrim mengumumkan Penetapan tersangka terhadap Irjen Ferdy Sambo terkait Kasus Pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo disangka sebagai aktor intelektual yang dibantu oleh KM dan Brigadir RR serta memerintahkan Bharada E melakukan Penembakan terhadap Brigadir J.
Selain sebagai aktor Intelektual Pembunuhan berencana, Irjen Ferdy Sambo juga disangka melakukan penyusunan skenario untuk merekayasa kasus dan memerintahkan Anggota Polisi dari Mabes Polri, Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan untuk menghilangkan dan/atau merusak alat bukti (obstruction of justice), setidaknya terdapat 31 anggota Polisi yang diperiksa oleh Divisi Propam Polri karena dugaan Pelanggaran kode etik berupa tindakan tidak profesional saat olah TKP, jumlah tersebut dapat terus bertambah bahkan kemarin Mabes Polri menyampaikan ke media bahwa ada 4 Pamen dari Polda Metro Jaya yang juga baru ditahan akibat dugaan pelanggaran etik dalam penanganan kasus Pembunuhan Brigadir J.
Jika dugaan obstruction of justice tersebut memang benar terjadi, maka publik saat ini sedang dipertontonkan dengan persengkokolan jahat yang melibatkan anggota Polisi dari berbagai level kepangkatan dan satuan kerja/fungsi. Hal tersebut jelas merupakan tamparan keras yang mencoreng marwah institusi Polri yang justru membuat jargon transformasi Polri, PRESISI menjadi tidak berarti.
Kondisi demikian diperparah dengan serangkaian pernyataan Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto yang secara a priori menelan mentah-mentah dan menyebarkan skenario tembak-menembak antara Brigadir J dan Bharada E di ruang publik yang di kemudian hari terbukti merupakan rekayasa untuk menutupi kejadian yang sebenarnya.
Belakangan, mengemuka pula narasi di ruang publik mengenai dugaan adanya “klik” atau “geng” dalam tubuh Polri yang erat kaitannya dengan bisnis kotor peredaran gelap narkotika maupun judi. Ironisnya, hal tersebut kerap dikaitkan dengan kasus kematian Brigadir J. Terhadap hal tersebut, LBH Jakarta menilai bahwa dugaan tersebut tidak boleh menguap begitu saja, saat ini justru adalah momentum yang tepat untuk melakukan “bersih-bersih” dalam tubuh Kepolisian paralel dengan penuntasan kasus kematian Brigadir J yang harus dilakukan dengan melibatkan lembaga negara independen dan partisipasi masyarakat sipil secara luas mengingat lembaga pengawas baik internal maupun eksternal Polri sedang dalam sorotan publik.
Kasus Irjen Ferdy Sambo hanya salah satu kasus dari sekian banyak rekayasa kasus yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian, berdasarkan penanganan kasus yang dilakukan oleh LBH Jakarta yang terbatas di wilayah Jabodetabek sejak 2013-2022 terdapat 14 (empat belas) rekayasa kasus yang dilakukan oleh anggota kepolisian, rekayasa kasus tersebut biasanya juga diikuti dengan penyiksaan (torture) baik melalui kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari korban, selain itu pada umumnya pada saat pemeriksaan para korban tidak mendapatkan pendampingan hukum dari penasehat hukum, untuk menyiasati pemenuhan hak tersangka tersebut biasanya polisi menyiasati dengan cara penunjukan Pengacara/Advokat untuk mendapatkan legitimasi seolah-olah tersangka sudah didampingi oleh Pengacara/Advokat pada saat pemeriksaan, serta serangkaian upaya paksa yang dilakukan secara sewenang-wenang.
Pengawasan tidak efektif dan langgengnya impunitas:
LBH Jakarta menilai Div Propam Polri tidak dapat menjadi harapan untuk Penegakan Etik dan Disiplin di Internal Polri karena kedudukannya sebagai bagian internal dalam Kepolisian sangat memungkinkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa dalam menangani pengaduan yang disampaikan oleh korban sehingga sangat sulit memastikan semua proses terjadi secara independen, transparan, akuntabel dan imparsial, selain itu Kompolnas dalam beberapa catatan LBH Jakarta juga tidak mampu menyelesaikan persoalan pelanggaran karena Kompolnas tak ubahnya dengan lembaga pengawas internal Polri. Dalam beberapa kasus, pengaduan/laporan yang kami ajukan ke Kompolnas tidak mendapatkan tanggapan serius. Sering kali kasus yang diajukan hanya direspons dengan klarifikasi yang diteruskan oleh Kompolnas kepada satuan wilayah (satwil) atau satuan kerja (satker) kepolisian yang diadukan/dilaporkan. Terlebih, dalam kasus ini, kelemahan Kompolnas sangat terpampang jelas, dari pernyataan Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto yang cenderung membela narasi yang direkayasa oleh Ferdy Sambo.
Oleh karenanya LBH Jakarta menilai sudah sangat mendesak untuk dibentuk lembaga pengawas eksternal yang lebih independen dan dibekali dengan kewenangan kuat untuk melakukan penegakan etik dan disiplin serta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian. Selain itu kami juga menilai fungsi-fungsi pengawasan terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian juga harus diperkuat, seperti penguatan fungsi jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis) serta fungsi pengawasan pengadilan (judicial scrutiny) secara berjenjang dalam setiap upaya paksa yang dilakukan melalui revisi KUHAP.
Hal tersebut penting segera dikerjakan oleh Pemerintah dan DPR RI untuk memastikan jaminan keadilan dan kebenaran bagi korban, ketidak berulangan serta memutus mata rantai impunitas sebagai salah satu bagian dari keadilan transisi pasca reformasi.
Berdasarkan uraian diatas LBH Jakarta mendesak:
- Pemerintah dan DPR RI segera mempercepat agenda reformasi kepolisian secara struktural, kultural, dan instrumental;
- Pemerintah dan DPR RI segera membentuk Lembaga Pengawasan Independen yang dibekali dengan kewenangan kuat untuk melakukan penegakan etik dan disiplin serta dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian. Adapun lembaga tersebut tidak boleh diisi oleh pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan dan wajib diisi oleh perwakilan masyarakat sipil dengan jumlah keterwakilan yang memadai yang memiliki rekam jejak pembelaan terhadap HAM dan reformasi kepolisian;
- Pemerintah dan DPR RI segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dengan mandat pemeriksaan yang transparan, independen, dan akuntabel yang diisi oleh keterlibatan aktif masyarakat sipil untuk mengungkap dugaan adanya “klik” atau “geng” dalam tubuh Polri yang erat kaitannya dengan bisnis kotor peredaran gelap narkotika maupun perjudian;
- Pemerintah dan DPR RI memperkuat fungsi Kejaksaan sebagai pengendali perkara (dominus litis) serta pengawasan pengadilan (judicial scrutiny) secara berjenjang dalam setiap upaya paksa yang dilakukan melalui revisi KUHAP dan undang-undang lainnya yang berhubungan;
- Presiden dan DPR melakukan evaluasi terhadap Kompolnas yang selama ini belum memberikan sumbangsih signifikan dalam mendorong profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas Polri. Termasuk agar mencopot Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto yang selama perjalanan kasus ini diduga cenderung membela narasi yang dibuat oleh Ferdy Sambo.
- Kapolri segera melakukan pemeriksaan dan evaluasi menyeluruh terhadap kerja-kerja Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri mengingat hampir seluruh Perwira Tinggi yang merupakan pejabat terasnya terlibat dugaan pelanggaran etik dan penghalangan proses penyidikan (obstruction of justice). Hasil pemeriksaan tersebut agar segera dipublikasi dan diumumkan kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas;
Jakarta, 12 Agustus 2022
hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.