Pengesahan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD oleh DPR RI terus menuai kontroversi. Setelah perwakilan DPD mengajukan uji materi atas UU tersebut, kini giliran Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, Senin (18/8/2014).
UU tersebut dinilai membuat anggota legislatif semakin kebal hukum jika terjerat kasus. Pengacara LBH Jakarta, Ichsan Zikry, mengatakan, pengajuan uji materi ini juga sekaligus mewakili kliennya, sejarawan JJ Rizal.
Ia menturkan, kliennya merasa ada ketidakadilan atas pengesahan UU tersebut. Beberapa waktu lalu, ia menceritakan, kliennya pernah ditangkap oleh aparat kepolisian atas sebuah kasus pidana. Saat ditangkap, kliennya bahkan mendapat tindakan kekerasan dari aparat kepolisian.
“Nah, ini ada anggota DPR, yang karena dia adalah seorang pejabat negara, kemudian melakukan tindak pidana. Padahal, ketika melakukan tindak pidana, dia itu bertindak bukan sebagai anggota DPR, melainkan sebagai warga negara biasa, sebagai individu,” kata Ichsan di MK, Senin.
Dengan adanya UU tersebut, katanya, aparat penegak hukum yang ingin menyidik perkara yang melibatkan anggota DPR harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Hal itu, kata dia, tentu saja akan mempersulit proses penyidikan yang berjalan.
“Ini berbahaya. Ketika ada anggota DPR yang melakukan tindak pidana, dia ada jeda waktu, maka mekanisme penanganan kasus akan terhambat oleh proses birokrasi. Kemungkinan jeda waktu itu justru membuat pelaku menghilangkan barang bukti atau justru mengulangi kejahatan yang mereka lakukan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa anggota DPR ingin menguntungkan diri sendiri ketika mengesahkan UU tersebut.
“Mereka menilai bahwa anggota DPR ini perlu dilindungi martabatnya, jadi dia merasa terlalu gampang dipanggil polisi. Jadi, mereka minta harga dirinya dilindungi,” ujarnya. (kompas.com)