Selasa, 25 September 2018 keluarga korban extra judicial killing bersama LBH Jakarta melaporkan kasusnya ke Divisi Propam Polri. Pelaporan ini dilakukan guna mengusut pelaku penembakan karena dinilai telah melanggar prosedur penggunaan senjata api.
“Tentu kita melaporkan kasus ini ke Propam untuk diusut secara etik dan tidak menutup kemungkinan jika nanti pada pemeriksaanya ternyata dinyatakan masuk ranah pidana. Selain itu kita juga melaporkan (secara etik) AKBP Dwi yang telah menolak laporan pidana kita di Bareskrim pada waktu itu,” imbuh Gifar pengacara Publik LBH Jakarta.
Dua laporan extra judicial killing dan satu laporan pelanggaran etik AKBP Dwi diterima langsung oleh petugas bagian penerimaan laporan dan tindak lanjutnya baru akan ada paling lama 25 hari.
“Propam sudah menerima pengaduan kita, akan memproses, kita juga diberi surat tanda terima pengaduan, ya paling lama kata mereka 25 hari sudah ada tindak lanjut,” terang Gifar. Bukti pelaporan keluarga korban tersebut tercatat dengan nomor SPSP2/3010/IX/2018/Bagyanduan (bagian pelayanan dan pengaduan).
Korban dan LBH Jakarta berharap bahwa melalui laporan ini tidak hanya akan ditemukan pelanggaran etik, tetapi juga pelanggaran pidana. Hal itu dikarenakan kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan dalam penembakan itu lebih mengarah ke perbuatan pidana.
Gifar menambahkan bahwa terdapat dua hal yang menjadi dasar dalam laporan tersebut. Pertama pada saat penembakan dilakukan tidak memenuhi persyaratan proporsionalitas dalam asas penggunaan senjata api.
“Orang kalau membahayakan nyawa baru boleh ditembak, ini sudah diserahkan ke polisi kenapa ditembak?” Terang Gifar.
Pasal 3 huruf c Perkap No. 1 tahun 2009 menyebutkan mengenai asas proporsionalitas yang harus jadi pertimbangan polisi dalam penggunaan senjata api. “Penggunaan kekuatan harus dilakukan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota polisi…”. Dalam kasus ini menurut Gifar terlihat jelas bahwa tidak ada ancaman yang membahayakan anggota polisi.
“Jadi seharusnya tidak perlu polisi sampai menggunakan senjata api,” kata Gifar.
Hal kedua dalam dasar pelaporan ini adalah perihal keluarga korban yang hingga kini tidak mendapat penjelesan dari pihak kepolisian terkait tindakan polisi itu. Keluarga korban juga tidak menerima surat apapun soal kasus tersebut.
“Itu kan nggak ada, sampai sekarang keluarga nggak menerima satu surat apapun,” ujar Gifar.
Sementara Paryanto salah satu keluarga korban mengungkapkan, selain mencari keadilan ia juga berharap melalui laporan ini setidaknya bisa membersihkan nama almarhum anaknya. Menurutnya banyak media telah menyebutkan anaknya sebagai residivis sementara anaknya belum pernah sama sekali masuk penjara. Bahkan dalam kasus ini, anaknya belum menjalani proses hukum.
“Dalam beritanya di banyak media, Boby ini dikatakan residivis penjambretan oleh polisi padahal kan dia sama sekali belum terkena kasus apapun selama ini,” keluh Paryanto ayah dari salah satu korban extra judicial killing.
Dari pelaporan ini keluarga korban dan LBH Jakarta berharap agar kasus ini bisa diusut secara etik dan dapat diusut pidana. Tindak lanjut selanjutnya dalam waktu dekat keluarga korban dan LBH Jakarta akan melakukan pelaporan juga ke Kompolnas.
“Ya semoga tidak cuma etik, tapi juga ditemukan pidananya. Rencana selanjutnya kita akan melaporkan kasus ini ke Kompolnas lalu nanti bersama koalisi yang lain akan ke komisi III”. Tutup Gifar. (Budi-Jentera)