Selasa 01 Desember 2015, Jurnalis Step Vaessen (al-Jazzeera), Chris Burmitt (Bloomberg) dan Archicco (ABC Australia) mendapat intimidasi, kekerasan dan penghalang-halangan saat meliput unjuk rasa ratusan mahasiswa Papua.
Sekitar 300 lebih mahasiswa Papua mengadakan unjuk rasa pada tanggal 1 Desember 2015 dengan titik kumpul di Bundaran Hotel Indonesia. Belum sempat semua masa aksi berkumpul, pihak aparat kepolisian gabungan dari Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya membubarkan dan menangkap sebagian masa aksi kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa.
Jurnalis Step Vaessen (al-Jazzeera), Chris Burmitt (Bloomberg) dan Archicco (ABC Australia) sedang melaksanakan tugasnya sebagai jurnalis yaitu meliput aksi unjuk rasa tersebut. Namun peliputan tersebut tidak berjalan mulus karena ada beberapa oknum polisi mendatangi mereka dan meminta menghapus foto – foto hasil liputan yang berada dikamera masing – masing walaupun mereka sudah menjelaskan kepada aparat tersebut bahwa mereka adalah seorang jurnalis yang sedang menjalankan tugas. Tidak hanya itu salah satu dari mereka mendapatkan (Archicco Jurnalis ABC Australia) kekerasan berupa pukulan karena ingin mempertahankan hasil liputan tersebut. Di hari yang sama pula, tepatnya di Nabire terjadi perampasan kamera jurnalis yang sedang meliput kegiatan doa di Taman Makam Pahlawan, Nabire.
Berdasarkan kronologi tersebut, kami dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyayangkan tindakan oknum beberapa aparat kepolisian yang telah mencederai kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat di Indonesia yang sudah dijamin dalam Kontitusi. Dan dalam hal ini kami berpendapat bahwa:
Pertama, Tindakan oknum kepolisian tersebut merupakan bentuk penghalangan atau menghambat kemerdekaan pers dan tindakan tersebut adalah tindak pidana sesuai dengan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 18 ayat 1 yang berbunyi Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kebebasan pers dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
Kedua, Melakukan pemukulan kepada Archicco Jurnalis ABC Australia yang dilakukan oleh oknum kepolisian merupakan tindak pidana penganiayaan sesuai dengan Pasal 352 KUHP.
Ketiga, Kepolisian Resort Jakarta Pusat dan Kepolisian Daerah Metro Jaya telah melanggar hak asasi manusia karena telah membubarkan paksa aksi unjuk rasa sesuai dengan pasal 25 undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang menyatakan setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat di muka umum.
Keempat, Tindakan sistematis aparat kepolisian yang menangkap mahasiswa Papua dan menghalang – halangi jurnalis saat meliput, disinyalir membungkam suara – suara kritis yang berkaitan dengan isu Papua.
Kelima, Jurnalis adalah salah satu kelompok pembela hak asasi manusia (human rigths defender) yang menjadi mulut dan telinga masyarakat, sehingga negara wajib melindungi jurnalis sebagai cermin jaminan kebebasan pers di Indonesia khususnya Papua.
Tindakan oknum Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Kepolisian Resort Jakarta Pusat tersebut sangat bertentangan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang membuka akses informasi khususnya bagi kebebasan pers di Papua. Dan dengan beberapa penilaian kami di atas, kami mendesak:
1. Kapolri memerintahkan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Papua untuk mengusut tuntas oknum kepolisian yang telah melakukan penganiayaan dan penghalang-halangan kebebasan pers dengan KUHP dan UU Pers.
2. Kompolnas dan Komnasham agar segera melakukan penyelidikan terkait pelanggaran kebebasan pers dan menyatakan pendapat di muka umum.
3. Dewan Pers agar mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus penghalangan dan penghambatan kebebasan pers untuk isu Papua.
Jakarta, 02 Desember 2015
Tim Advokasi Pembela Kebebasan Pers dan Kebabasan Berkespresi
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Poros Wartawan Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Cp: Asep Komarudin (081319728770) Maruli (081369350396), Andi (085813721701