Pada hari Kamis 11 Juli 2013, Pk. 13.00 diadakan konferensi pers di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta terkait implementasi Kurikulum 2013 yang selama ini telah mengundang pro dan kontra sejak awal diwacanakan. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) diwakili Iwan Hermawan, Romo Benny, dan LBH Jakarta meminta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menunda dan tidak memaksakan penerapan kurikulum 2013.
Permasalahan utama yang menjadi alasan keberatan terhadap implementasi Kurikulum 2013 adalah ketidaksiapan sekolah berikut guru-gurunya, serta pelatihan guru yang dilaksanakan secara instan dan simpang siur. Hal ini menimbulkan keresahan yang meluas di seluruh kalangan penyelenggara pendidikan SD, SMP, SMA dalam skala nasional. Pada pelatihan guru dimaksud, metode didominasi ceramah searah dan bukan metode partisipatif demokratis seperti yang digembar-gemborkan pemerintah selama ini. Di sisi lain, metode tidak memberi dorongan untuk berpikir secara holistik. Konsep dan rasionalisasi kurikulum 2013 tidak dikemukakan dengan baik dalam pelatihan Kondisi ini memperparah keadaan di lapangan dimana saat ini :
- Sekolah tidak mengetahui grand design (desain induk) Kurikulum 2013 karena minimnya sosialiasi
- Sekolah saat ini bingung dengan perubahan struktur kurikulum sehingga jadwal akhirnya mengikuti jadwal tahun sebelumnya
- Sekolah jenjang SMA bingung melakukan peminatan, karena tidak ada pedoman pelaksanaannya. Kesimpangsiuran kabar bahwa peminatan di jenjang SMA akan diundur ataupun tidak, jelas selanjutnya akan menimbulkan pula konsekuensi bagi siswa baik pada mata pelajaran.
- Bahwa penambahan jam pelajaran diprediksi akan membebankan sekolah swasta karena diwajibkannya diadakan peningkatan sarana dan prasarana belajar-mengajar sehingga lebih lanjut secara logis akan mengakibatkan kenaikan biaya sekolah pada sekolah swasta
Di sisi lain, pada tataran filosofis sesungguhnya perubahan mentalitas guru yang selama ini menjadi penceramah dan dituntut untuk berperan fasilitator tidak dapat dilaksanakan secara singkat dan terburu-buru, disampaikan pula oleh Romo Benny bahwa sebagai perbandingan misalnya di negara Singapura paling minimal dibutuhkan waktu 3 minggu untuk pelatihan guru-guru dalam rangka mengubah mindset tersebut. Saat ini filosofi dasar bahwa pendidikan haruslah bersifat membebaskan – yang membuat para siswa nyaman di lingkungan pendidikan dan bukan merasa tertekan – telah hilang.
Ketidaksiapan guru maupun kualitas guru yang belum memadai ditunjang pelatihan yang semrawut, inilah yang akan mengorbankan anak-anak penerus bangsa Indonesia. Adapun dalam ranah hukum, ternyata pada Kurikulum 2013 ini terdapat cacat formil prosedural maupun cacat material subsantif yang tidak mendukung cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara prosedural, Kurikulum 2013 ini cacat karena dibuat mendahului regulasi Peraturan Pemerintahnya yaitu PP No. 32/2013, sehingga menjadi tidak logis bagaimana mungkin suatu kebijakan dibuat mendahului regulasinya. Seharusnya, seandainya pun Kurikulum 2013 hendak dikeluarkan untuk mengubah kurikulum berjalan, maka ia harus mengacu pada PP No. 19/2005. Disisi lain secara subtansial, ia cacat karena dalam pembuatannya tidak melibatkan pemangku kepentingan – yaitu para guru, yang justru sekarang mengalami kebingungan. Untuk itu FSGI, FGII, Romo Benny melaui LBH Jakarta akan melayangkan somasi agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menunda pelaksanaan kurikulum 2013.