Senin (04/09), Majelis Hakim pemeriksa perkara dengan nomor register : 629 / Pid. B / 2017 / PN Jkt. Pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dapat membuktikan tindak pidana pengerusakan palang parkir dengan total kerugian seharga Rp100.000 (seratus ribu rupiah) yang disangkakan terhadap Terdakwa Charles Andrew, namun sangat disayangkan Jaksa masih tidak dapat menghadirkan saksi tanpa alasan yang jelas.
Kondisi tidak hadirnya saksi dari Jaksa Penuntut Umum di perparah lagi dengan dipaksakannya pembacaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas saksi-saksi yang tidak hadir tersebut sebagai pengganti cara pembuktian. Atas pembacaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut kuasa hukum Andrew mengajukan keberatan terhadap Majelis Hakim pemeriksan perkara dengan beberapa alasan, yaitu :
1. Bahwa pada prinsipnya, KUHAP menganut prinsip bahwa keterangan saksi harus diberikan di depan persidangan, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP.
2. Bahwa meskipun Pasal 162 ayat (1) KUHAP memungkinkan untuk membacakan keterangan saksi dalam tahap penyidikan, yakni Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi, namun hal tersebut harus berdasarkan alasan-alasan yaitu :
- Saksi meninggal dunia; atau
- Saksi berhalangan hadir karena alasan yang sah; atau
- Saksi Tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya; atau
- Saksi Bilamana ada kepentingan negara.
Ketidakhadiran saksi dari Jaksa Penuntut Umum tanpa adanya keterangan yang jelas tentunya tidak sesuai sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1) KUHAP.
3. Bahwa dalam pemeriksaan saksi pada tahap penyidikan saksi di sumpah namun sehubungan dengan dugaan tindak pidana percobaan pencurian dengan pemberatan, sedangkan kasus yang menimpa Terdakwa merupakan dugaan tindak pidana pengerusakan barang.
Meski Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah mengatur secara jelas mengenai tata cara pembuktian di Persidangan namun Majelis Hakim tetap memperbolehkan Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan BAP tersebut. Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya Majelis Hakim diduga juga telah melakukan kesalahan dalam memutuskan perkara untuk tetap melanjutkan pemeriksaan perkara dalam agenda pemeriksaan biasa meski Jaksa Penuntut Umum telah melakukan kesalahan dalam menerapkan Peraturan Perundang-Undangan.
Berdasarkan surat dakwaan, Jaksa Penunut Umum menguraikan bahwa Terdakwa menyebabkan sebuah palang parkir rusak dan akibat dari perbuatan terdakwa pihak pengelola Apartemen Green Pramuka yaiu PT. Mitra Investama Perdana mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah). Selanjutnya Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 ayat (1) KUHPidana.
Penasehat Hukum terdakwa berpendapat seharusnya Jaksa menggunakan Pasal Pasal 407 ayat (1) KUHP hal tersebut didasarkan pada Pasal 1 Perpu 16/1960, yang mana ketentuan tersebut kemudian diubah lagi dalam Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP yang berbunyi “Kata-kata “dua ratus puluh lima rupiah” dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).”
Ini berarti apabila memang telah terjadi perbuatan melawan hukum yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan barang yang nilai kerugiannya tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), maka perbuatan pengrusakan tersebut dipidana dengan Pasal 407 ayat (1) KUHP, bukan Pasal 406 KUHP.
Sejalan dengan Pendapat Penasehat Hukum Terdakwa, Mahkamah Agung dalam Peraturan Mahkamah Agungnya Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) telah memerintahkan kepada seluruh Pengadilan untuk memperhatikan implikasi terhadap penyesuaian Peraturan Mahkamah Agung tersebut dan sejauh mungkin mensosialisasikan hal ini kepada Kejaksaan Negeri yang ada di wilayahnya agar apabila terdapat perkara-perkara pencurian ringan maupun tindak pidana ringan lainnya tidak lagi mengajukan dakwaan dengan menggunakan pasal 362, 372,378, 383, 406, maupun 480 KUHP namun pasal-pasal yang sesuai dengan mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Agung ini telah memerintahkan kepada Ketua Pengadilan dalam menerima pelimpahan perkara tindak pidana ringan tidak lagi menetapkan majelis hakim untuk menangani perkara tersebut namun cukup menetapkan hakim tunggal sebagaimana diatur dalam pasal 205-210 KUHAP.
Berdasarkan alasan Penyelenggaraan Peradilan Yang Tidak Sesuai Dengan Peraturan Mahkamah Agung tersebut Penasehat Hukum Terdakwa mengajukan upaya permohonan Pengawasan dan Pemantauan Persidangan dan mendesak :
- Majelis Hakim penyelesaian perkara nomor 629 / Pid. B / 2017 / PN Jkt. Pst dapat menyelesaikan perkara sesesuai dengan peraturan yang ada guna mendapatkan penyelesaian perkara secara adil bagi korban dan terdakwa tindak pidana ;
- Komisi Yudisial dapat melakukan pengawasan dan pemantauan persidangan serta dapat melakukan tindakan yang perlu dilakukan terhadap perkara aquo untuk menjamin hak pelapor dalam melakukan pembelaan sepenuhnya.
Narahubung:
Ayu Eza Tiara (082111340222)
Arif Maulana (0817256167)