Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang di dalamnya tergabung berbagai organisasi lingkungan dan nelayan Teluk Jakarta menentang diadakannya dialog publik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berjudul “Kebijakan Reklamasi: Menilik Tujuan, Manfaat, dan Efeknya” hari ini (4/10) di Gedung KPK dengan mengundang berbagai kementerian dan media massa. Koalisi menganggap diadakannya diskusi ini untuk menggalang wacana pembenaran proyek reklamasi, mengaburkan proses hukum, dan tidak sesuai dengan tugas pokok, dan fungsi KPK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi” ujar Nelson Nikodemus Simamora, selaku kuasa hukum nelayan dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.
Kita bisa lihat, tidak ada satupun pasal di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang bisa dijadikan dasar untuk penyelenggaraan dialog ini. Dari segi judul Dialog Publiknya saja sudah bermasalah. Reklamasi bukanlah kebijakan, namun jelas-jelas merupakan proyek swasta! Tujuannya untuk mencari uang sebanyak-banyaknya, tanpa memberikan manfaat bagi masyarakat pesisir dan efeknya merusak lingkungan dan mengancam obyek vital nasional. Kami memandang bahwa diskusi ini untuk memoderasi proses hukum yang memang sudah loyo. Dari sekian banyak modus operandi yang dilakukan pihak-pihak yang terlibat korupsi reklamasi, namun yang terkena hanya Ariesman dan Sanusi. Yang sudah dicekal dan disebut dalam persidangan juga dilepas dan dibiarkan begitu saja.
Korupsi reklamasi merupakan grand corruption[1] di mana Pengembang dengan leluasa mengatur pemerintah provinsi dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta membuat Rancangan Peraturan Daerah tentang Reklamasi. Ariesman Widjaja (Presiden Direktur APL) telah divonis terbukti melakukan penyuapan terhadap Sanusi dalam proses persidangan. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menduga bahwa masih banyak pihak yang terlibat dalam kejahatan korupsi reklamasi baik di pemerintah provinsi maupun DPRD.
Sementara itu, nelayan semakin menderita. “Kami kesulitan mendapat ikan karena air keruh dan laut jadi dangkal, ikan-ikan pada lari semua. Biaya solar juga semakin tinggi karena reklamasi ini mengubah rute melaut. Ekosistem laut di Teluk Jakarta bukannya dipulihkan malah dihancurkan karena reklamasi.” Ucap Iwan selaku Ketua Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) dari Muara Angke.
KPK menjadi tumpuan utama dalam menuntaskan kasus dan mengejar calon tersangka lainnya. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan kasus dan penetapan tersangka lainnya. KPK justru melepas cekal salah satu pengembang besar. Diskusi publik bukanlah tugas KPK. Tugasnya menyelesaikan kasus korupsi reklamasi. Reklamasi telah menyengsarakan ribuan nelayan, merusak lingkungan dan melabrak hukum yg ada.
Oleh karena itu, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menuntut:
1. KPK agar menangkap dan melakukan proses hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam korupsi proyek reklamasi Teluk Jakarta;
2. KPK agar tidak melakukan pembenaran-pembenaran terhadap proyek reklamasi;
3. Pemerintah agar menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
Jakarta, 4 Oktober 2016
KOALISI SELAMATKAN TELUK JAKARTA
Komunitas Nelayan Tradisional (KNT), Paguyuban Nelayan Pengolah Ikan (PNPI), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Indonesian Centre for Enviromental Law (ICEL), Solidaritas Perempuan
Narahubung: Nelson (081396820400); Marthin (081286030453)
[1] Grand (greed based) Corruption adalah korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat tinggi negara yang mengambil keputusan untuk perjanjian-perjanjian kerjasama skala besar dengan pihak swasta. Lihat United Nations Development Programme, “Fighting Corruption to improve Governance, (New York: UNDP, 1999), hal. 7.