Tanggal 30 November 2012 lalu, Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian. UU Koperasi yang baru tersebut telah mencerabut “roh” kedaulatan rakyat, demokrasi ekonomi, asas kekeluargaan, kebersamaan, sebagaimana diatur dalam konstitusi dan juga bertentangan dengan tujuan negara dalam meneggakkan keadilan sosial, serta memajukan kesejahteraan umum. Kekuatan luar yang bertujuan untuk merusak demokrasi ekonomi terlihat sangat kental berusaha untuk mengintervensi melalui undang-undang yang baru.
Dalam UU yang baru ini koperasi diartikan sebagai “Koperasi adalah badan hukum”. Padahal koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang bermuatan sosial. Idealitas ekonominya dijalankan dengan menggunakan perusahaan yang diterjemahkan sebagai semata-mata alat untuk mencapai tujuan ideal orang-orang yang berinteraksi secara personal dalam keanggotaanya. Dasar alasan adanya (raison d’Etre) koperasi adalah terletak pada anggotanya. Koperasi ada karena manusia anggotanya sebagai orang. Watak yang dibawa sejak kelahirannya dari koperasi adalah memanusiakan manusia dan mengangkat martabat manusia lebih tinggi di atas modal. Badan Hukum atau perusahaan yang menurut definisi universal gerakan koperasi seluruh dunia didefinisikan sebagai alat, dalam UU yang baru ini kini diterjemahkan sebagai subyek. Koperasi bukanlah perusahaan atau Corporate.
UU ini sangat membuka peluang untuk masuknya modal asing atau modal dari luar koperasi secara besar-besaran yang justru akan melemahkan koperasi itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari adanya ketentuan modal penyertaan yang diatur secara khusus dalam UU padahal sumber keuangan utama koperasi adalah dari anggotanya. Selain sebagai bangunan sistem organisasi yang mandiri, koperasi juga merupakan organisasi demokratis yang menjunjung tinggi supremasi anggota. Perubahan pola struktur organisasi yang dimirip-miripkan dengan korporasi juga telah merubah konsep dasar dari demokrasi koperasi. Kekuasan Badan Pengawas seperti Dewan Komisaris di perseroan, Pengurus yang bisa dari luar anggota.
Sementara itu kita tahu bahwa di alam demokrasi saat ini, adalah hak bagi setiap orang untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat sesuai dengan aspirasi dan hati nuraninya. Penempatan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai “wadah tunggal” sebagaimana diatur dalam UU Koperasi ini jelas secara telak melanggar hak asasi manusia dan juga telah mengganggu dinamisasi gerakan koperasi. Untuk itu kami mengajukan gugatan Uji Materil (Judicial Review) UU Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian terkait dengan Pasal-Pasal yang berhubungan dengan “Koperasi adalah Badan Hukum”, Modal Penyertaan, Pengawas dan Non Anggota serta Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) di MK agar Pasal-Pasal tersebut tidak mepunyai kekuatan hukum mengikat dan mencegah terjadinya korporatisasi koperasi.
Jakarta, 15 Mei 2013
Hormat Kami
LBH JAKARTA, LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI (LePPeK), KOPERASI KARYA INSANI, ASOSIASI PENDAMPING PEREMPUAN USAHA KECIL (ASPPUK), YAYASAN BINA DESA SADAJIWA, YAYASAN PEMBERDAYAN PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKA), PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA WANITA (PPSW), BINA SWADAYA, KAPAL PEREMPUAN