Jakarta, bantuanhukum.or.id—Dalam rangka memperingari Hari Anti Penyiksaan Internasional yang jatuh pada 26 Juni 2015, LBH Jakarta mengadakan acara yang bertemakan “Korban Penyiksaan Menggugat Negara” di Gedung LBH Jakarta. Tak hanya sebagai bentuk peringatan, acara tersebut juga dihelat LBH Jakarta guna merilis Lembar Fakta dan Pemberitahuan (Notifikasi) Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit).
Sesuai dengan tajuknya, acara ini dibuka dengan “Dengar Kesaksian Korban Penyiksaan” yang dilakukan melalui pemutaran video testimoni korban dan mendengarkan kesaksian korban secara langsung. Salah satu korban penyiksaan yang hadir, dan memberikan testimoninya secara langsung adalah Ismail. Ismail merupakan korban rekayasa kasus, ia dituduh melakukan tindak pidana pencurian, pembobolan ATM.
“Saat proses penyidikan, saya dipaksa mengakui kejahatan yang tidak pernah saya lakukan, saya dipukuli tiap kali saya ditanya dan saya jawab lupa, bahkan saya dipaksa minum air kencing saya sendiri,” tuturnya.
Bahkan Ismail sempat mengalami masa trauma karena penyiksaan yang ia alami, Ismail pernah sama sekali tidak ingin bertemu dengan orang lain selama 3 bulan.
Tindakan penyiksaan yang dialami oleh Ismail tersebut hanya bagian kecil bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum kepada tersangka, karena bentuk penyiksaan yang pernah terjadi sangat beragam.
Revan Tambunan, Pengacara Publik LBH Jakarta, menyampaikan rekomendasi lembaga lewat Lembar Fakta untuk mencegah terjadinya tindakan penyiksaan yang kerap terjadi. Melalui Lembar Fakta ini pula LBH Jakarta mendesak DPR RI untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP untuk melindungi hak asasi tersangka, khususnya hak bebas atas penyiksaan. Selanjutnya LBH Jakarta juga mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi Optional Protocol Anti Penyiksaan. Kedua hal tersebut diupayakan LBH Jakarta guna mencegah dan menghapus penyiksaan serta menjaga kedaulatan Hak Asasi Manusia.
Dalam kesempatan ini pula, LBH Jakarta menyampaikan bahwa aparat negara perlu menyediakan kebijakan mekanisme internal guna pemulihan hak-hak korban yang mengalami penyiksaan. LBH Jakarta kemudian juga menyarankan agar perlu adanya penindakan yang tegas bagi aparat yang melakukan tindak penyiksaan.
Revan juga menuturkan bahwa tindakan penyiksaan yang kerap terjadi selain karena faktor pengawasan juga karena faktor kebiasaan.
Revan mengatakan, “salah satu penyebab terjadinya penyiksaan adalah adanya kultur yang berkembang bahwa tersangka adalah seorang penjahat, maka melakukan penyiksaan terhadap tersangka adalah wajar.”
Pada kesempatan yang sama ini pula Ichsan Zikri Pengacara Publik LBH Jakarta beserta perwakilan korban penyiksaan yang hadir, membacakan Pemberitahuan (Notifikasi) Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit) kepada hadirin yang datang, diantaranya, korban penyiksaan, peneliti ICJR, perwakilan PBHI, perwakilan FKWI, dan para awak media.
“Gugatan ini diajukan karena negara telah lalai dalam melakukan pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak korban penyiksaan, dimana kelalaian ini telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta asas-asas pemerintahan umum yang baik,” jelas Ichsan ketika membacakan notifikasi tersebut. (Citra)