Tim Advokasi untuk Demokrasi menyatakan kekecewaannya terhadap tindakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam menyikapi Aksi #ReformasiDikorupsi yang terjadi di kota-kota besar penjuru Indonesia yang ditanggapi dengan kekerasan brutal oleh Kepolisian, proses hukum, persidangan, dan berakhir dengan pemenjaraaan.
Pada 9 Januari 2020 Komnas HAM telah mengeluarkan “Temuan Tim Peristiwa 24-30 September 2019 Atas Penyampaian Aspirasi Mahasiswa dan Pelajar Terhadap Revisi UU KPK dan RKUHP”. Namun dalam laporan tersebut, Komnas HAM tidak memaparkan secara jujur, utuh dan jelas terkait dengan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Komnas HAM.
Setidaknya 5 (lima) upaya yang dilakukan oleh Komnas HAM dalam kasus 24-30 September lalu, berupa 1) Audiensi dan pengaduan, 2) Pembentukan tim pasca aksi, 3) Pemantauan lapangan, 4) Pemanggilan dan klarifikasi, serta 5) Media monitoring. Namun dalam laporan yang dikeluarkan pada tanggal 9 Januari 2020 tersebut tidak satupun data atau informasi yang menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh Komnas HAM dalam kasus pelanggaran HAM pada tanggal 24-30 September lalu.
Dari segi substansi, Komnas HAM mengambil hampir seluruhnya data-data sepihak dari Kepolisian. Sebetulnya hal ini bisa dijadikan alasan bahwa Kepolisian sangat tertutup, namun Komnas HAM enggan menyatakan hal tersebut. Komnas HAM juga menyebut bahwa “telah terjadi pelanggaran prosedur tetap (protap)” oleh Kepolisian, padahal yang terjadi adalah penyiksaan (torture) terhadap massa aksi maupun orang-orang yang mendokumentasikan aksi yang ditangkap yang kemudian disampaikan oleh Dede Lutfi Alfiandi maupun Sultan Farel Farizki. Komnas HAM juga malah menggunakan peristilahan yang sama dengan Kepolisian, yaitu “diamankan”. Padahal tidak ada istilah “pengamanan” terhadap individu dalam hukum acara, melainkan penangkapan. Peristiwa penangkapan ini dilakukan terhadap 1.489 orang atau terbesar setelah reformasi 1998.
Hingga saat ini Komnas HAM belum memberikan respon secara signifikan terhadap massa aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh pihak kepolisian, bahkan terhadap 5 korban yang meninggal dunia pihak Komnas HAM juga belum mengeluarkan laporan investigasi secara utuh dan jelas ke publik. Hal tersebut mengakibatkan hingga saat ini pihak kepolisian belum mampu untuk menentukan siapa pelaku atas kematian Immawan Randi, M Yusuf Kardawi, Akbar Alamsyah, Maulana Suryadi dan Bagus Putra Mahendra.
Atas hal di atas, kami koalisi masyarakat sipil mendesak Komnas HAM untuk:
Pertama, Kepolisian RI untuk menuntaskan proses penegakan hukum atas meninggalnya 5 orang yang meninggal dunia pada saat aksi #ReformasiDikorupsi;
Kedua, Komnas HAM untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada saat melakukan pengamanan aksi hingga proses penegakan hukum terhadap massa aksi yang terlibat pada saat aksi #ReformasiDikorupsi;
Jakarta, 31 Januari 2020
Tim Advokasi untuk Demokrasi
KontraS, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICJR, YLBHI, Imparsial, AMAR Law Firm