Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan sejumlah organisasi anggota koalisi masyarakat sipil siap memantau dan memberikan advokat mogok kerja nasional 2013. Selain YLBHI dan 14 jaringannya di daerah, dukungan serupa datang dari TURC, Imparsial, Elsam, dan Kontras.
Dalam pernyataan sikap mereka di Jakarta, Senin (28/10) kemarin, anggota Koalisi menyebutkan akan memanfaatkan jaringan kerja di daerah agar advokasi mogok kerja nasional lebih luas. Anggota Koalisi juga menyatakan dukungan terhadap rencana mogon tersebut. “Kami mendukung mogok kerja nasional karena memang banyak persoalan ketenagakerjaan yang harus dibenahi,” kata Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain
Peneliti Imparsial, Erwin Maulana, menyebut pelaksanaan mogok kerja selama ini rentan terhadap serangan pihak lain, misalnya ormas tertentu. Terakhir, peristiwa penyerangan konvoi pekerja di Bekasi dan Cikarang. Aksi kekerasan terhadap buruh, dan pembiaran oleh aparat adalah ironi. Sebab, mogok adalah hak buruh yang dijamin hukum. “Sudah tugas pemerintah dan aparat keamanan untuk menjaga dan melindungi buruh melaksanakan haknya,” ujarnya.
Agar proses pemantauan maksimal, Erwin berpendapat Koalisi harus turun langsung ke pusat-pusat mogok kerja nasional. Anggota Koalisi bisa langsung melihat peristiwa. Advokasi dilakukan setelah mogok kerja selesai. Advokasi penting dilakukan untuk menjaga hak konstitusional pekerja.
Peneliti Elsam dan pengacara isu-isu HAM, Wahyudi Djafar, mengatakan mogok kerja nasional harus dilihat sebagai koridor konstitusional yang digunakan kaum pekerja dalam memperjuangkan hak, seperti upah layak, kesejahteraan dan jaminan sosial. Konstitusi telah mengatur kebebasan berserikat dan berpendapat. Selaras dengan itu Indonesia juga sudah meratifikasi berbagai instrumen hukum dan HAM internasional termasuk hak mogok kerja. Atas dasar itu kegiatan yang dilakukan serikat pekerja harus dilindungi dari tindakan inkonstitusional.
“Mogok kerja nasional ini bukan bentuk perlawanan kepada pemerintah tapi penegakan hak konstitusional. Mereka minta negara memenuhi hak hak pekerja,” tegas Wahyudi.
Wakil Direktur LBH Jakarta, Restaria F. Hutabarat, menjelaskan mogok kerja adalah upaya terakhir ketika perundingan yang dilakukan pekerja gagal menyelesaikan masalah ketenagakerjaan. Baik di tingkat perusahaan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Ia memantau para pekerja sudah menempuh perundingan itu namun usulan mereka tidak diakomodir. Misalnya, sejak 2010 Presiden SBY berjanji akan menghapus outsourcing lewat undang-undang, tapi sampai sekarang hal itu belum terwujud.
Bahkan, Restaria menandaskan, pelanggaran terhadap pekerja outsourcing semakin marak bukan saja di sektor industri manufaktur tapi juga BUMN. Pembiaran yang dilakukan aparatur negara atas terjadinya pelanggaran tersebut membuat pengusaha semakin berani mengebiri hak para pekerja. “Lewat mogok kerja nasional para pekerja mencoba memperbaiki kondisi itu. Mogok kerja bukan tindakan anarki yang harus ditanggapi lewat upaya represif,” urainya.
Restaria mencatat serikat pekerja telah mengkomunikasikan rencana mogok kerja nasional itu kepada Polri. Selaras dengan itu Polri seharusnya menjadi jembatan agar tuntutan para pekerja dapat disampaikan kepada pemerintah dan tercapai. Menurutnya, mogok kerja nasional terjadi karena pemerintah tidak merespon tuntutan para pekerja. Sekaligus ia mengingatkan mogok kerja adalah hak pekerja dan termaktub dalam UU Ketenagakerjaan.
Dalam menghadapi mogok kerja nasional, Restaria melihat sebagian pengusaha tak jarang melakukan kriminalisasi terhadap pekerjanya dengan cara melakukan pengaduan kepada Polri. Sayangnya, karena minim pengetahuan tentang ketenagakerjaan, Polri seringkali menindaklanjuti pengaduan tersebut. Ujungnya, pekerja yang melakukan mogok kerja dikriminalisasi. Oleh karenanya, sangat penting bagi organisasi masyarakat sipil untuk memberikan pendampingan terhadap para pekerja. “Kami akan kawal mogok kerja nasional 2013,” tukasnya.
Menanggapi rencana mogok kerja yang akan diselenggarakan serikat pekerja, Menakertrans Muhaimin Iskandar, mengimbau agar para pekerja mengedepankan dialog sosial dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Berbagai forum dapat digunakan seperti dewan pengupahan dan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit. Menurutnya, semua keluhan, keprihatinan dan harapan para pekerja menjadi agenda pemerintah. Termasuk peningkatan kesejahteraan dan pendapatan pekerja. “Jangan khawatir, itu agenda kita semua, bukan hanya agenda dan keinginan pekerja,” papar Muhaimin.
Muhaimin mengingatkan dalam memperjuangkan aspirasi dan hak-haknya, para pekerja harus memperhatikan dan mempertimbangkan kemampuan dunia usaha dan industri. Terutama industri padat karya yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sumber: hukumonline.com