Puluhan nelayan yang tergabung dalam Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) melakukan unjuk rasa menolak pembahasan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Reklamasi Pulau G di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (11/7). Nelayan menolak Amdal tersebut karena khawatir dampak pendangkalan yang akan terjadi di sekitar Pulau G. Orasi dan teriakan Tolak Reklamasi berkumandang sepanjang unjuk rasa berlangsung.
“Kami menolak reklamasi dilanjutkan karena pulau-pulau reklamasi yang ada akan menimbulkan pendangkalan di Kali Adem. Kalau terjadi pendangkalan kami tidak bisa melaut, di situ urat nadi kami. Anak istri kami mau makan apa?” keluh Kalil nelayan tradisional dari Muara Angke.
“Kerang hijau sudah mulai ada lagi sejak reklamasi Pulau G berhenti setahun ini sekarang malah mau dilanjutkan lagi. Masa depan kami bergantung pada laut!” tambah Kalil yang juga menjadi penggugat pada perkara reklamasi Pulau F di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Para anggota KNT merupakan pihak yang paling terdampak atas pelaksanaan reklamasi Pulau G, namun mereka tidak diundang dalam sidang komisi Amdal Pulau G.
“Di dalam ada nelayan tapi nelayan bodong. Kalau nelayan asli tidak mungkin menerima reklamasi. Kami seharusnya dilibatkan karena paling terdampak reklamasi, merasakan kesusahan dan kepedihan akibat reklamasi namun tidak dapat undangan. Kalau dapat dan bisa masuk kami pasti akan menyuarakan penolakan. Gak sah sidang ini” tambah Iwan selaku Ketua KNT.
Unjuk rasa di Kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta ini sempat dihalang-halangi oleh pihak kepolisian, sempat terjadi perdebatan dengan pihak Kepolisian dari Polsek Kramat Jati. Pihak kepolisian menuduh aksi unjuk rasa tidak berizin, namun pihak KNT menunjukkan pemberitahuan aksi yang telah dikirimkan ke Polda Metro Jaya. Nelson Nikodemus Simamora selaku Pengacara Publik LBH Jakarta mengatakan bahwa tidak ditembuskannya surat pemberitahuan unjuk rasa bukanlah permasalahan mereka yang berunjuk rasa.
“Masalah pemberitahuan bukan masalah peserta unjuk rasa, itu urusan koordinasi internal kepolisian,” terangnya.
KNT yang merupakan bagian dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menolak sidang Amdal reklamasi Pulau G berdasarkan 5 (lima) alasan. Pertama, berdasarkan Putusan Pulau G, F, I dan K Amdal telah dinyatakan cacat prosedur dan substansi. Cacat prosedur karena tidak membuka ruang partisipasi dengan benar, sementara cacat substansi karena tidak dengan menyeluruh melakukan penilaian resiko dampak sosial ekonomi kepada masyarakat nelayan yang terdampak.
Kedua, proses penyusunan Amdal tidak terbuka, tanpa proses partisipasi sepenuhnya khususnya nelayan tradisional skala kecil yang terdampak langsung. Partisipasi penuh ini adalah pemenuhan hak setiap orang terhadap lingkungan hidup termasuk hak atas ruang penghidupan nelayan atas sumber kehidupan.
Ketiga, Amdal reklamasi Pulau G disusun tanpa dasar hukum Peraturan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) sebagai mandat UU Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Keempat, tidak ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Kelima, Seharusnya Gubemur Djarot Syaiful Hidayat menghormati pilihan sikap dari Gubernur terpilih dengan membekukan proses Amdal dan kebijakan lainnya terkait proyek reklamasi.
Unjuk rasa yang berlangsung sejak pukul 10.30 WIB dan berlangsung hingga pukul 16.30 WIB ini berlangsung relatif lancar meski sempat dihalang-halangi pihak kepolisian. Pada unjuk rasa ini pun sempat mempersilahkan salah satu peserta unjuk rasa untuk menghadiri sidang Amdal, meski sebelumnya sudah disepakati 4 orang. (Roni)