Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) hari ini (20/1) mendesak Anies Baswedan selaku Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk secara sukarela dan secepatnya melaksanakan putusan Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 yang telah diputus hampir 2 (dua) tahun yang lalu, yaitu 10 April 2017. Telah pula diberitahukan pada bulan Oktober 2017, KMMSAJ telah bertemu dengan Gubernur Anies pada momen Hari Air Sedunia 22 Maret 2018 dan dirinya telah berjanji akan melaksanakan putusan tersebut. Dalam putusan tersebut, Gubernur DKI Jakarta beserta 6 tergugat lainnya dinyatakan telah lalai dan melakukan perbuatan melawan hukum. Hal tersebut dikarenakan menyerahkan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta. Gubernur DKI Jakarta bersama 6 penggugat lain kemudian dihukum untuk mengembalikan pengelolaan air di Jakarta ke negara dan melakukan pengelolaan air sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.
Pada 21 November 2012, Nurhidayah, dan para individu lain yang tergabung dalam KMMSAJ mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit) terhadap Gubernur DKI Jakarta, dkk. (8 tergugat dan 2 turut tergugat) karena menyerahkan pengelolaan air minum Jakarta dari negara ke pihak swasta melalui Perjanjian Kerjasama tanggal 6 Juni 1997. Pengelolaan tersebut masing-masing diberikan kepada PT. PAM Lyonnaise untuk wilayah barat Jakarta dan PT. Thames PAM Jaya untuk bagian timur Jakarta. Setelah 2 (dua) tahun, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Putusan Nomor 527/PDT.G/2012/PN.JKT.PST tanggal 25 Maret 2015 memenangkan Nurhidayah, dkk.
Tak puas, para tergugat (minus Gubernur, DPRD, dan PAM Jaya) melakukan banding hingga perkara ini bergulir ke Mahkamah Agung (MA). MA kemudian menempatkan Nurhidayah dkk selaku representasi warga Jakarta sebagai pihak yang menang. Adapun isi putusan MA pada pokoknya menyatakan bahwa Gubernur Provinsi DKI Jakarta (bersama 7 tergugat lainnya) telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta dalam wujud Pembuatan Perjanjian Kerjasama (PKS) tertanggal 6 Juni 1997 yang diperbaharui dengan Perjanjian Kerjasama (PKS) tanggal 22 Oktober 2001 yang tetap berlaku dan dijalankan hingga saat ini sehingga merugikan negara dan masyarakat Jakarta.
Mahkamah Agung juga memerintahkan untuk menghentikan kebijakan swastanisasi air minum di Provinsi DKI Jakarta dan mengembalikan pengelolaan air minum di Jakarta sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992 serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya. MA juga memerintahkan Gubernur DKI Jakarta untuk melaksanakan pengelolaan air minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2005 juncto Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 Hak Atas Air Komite Persatuan Bangsa-Bangsa Untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Dengan demikian putusan tersebut haruslah dilaksanakan, utamanya oleh Gubernur DKI Jakarta. Meskipun Menteri Keuangan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali dalam perkara ini, hal tersebut tidak menunda pelaksanaan eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004. Alasan-alasan yang diajukan tersebut juga sudah usang, karena sudah ditolak berkali-kali pada berbagai tingkat pengadilan hingga akhirnya diputus oleh MA.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah pula membentuk Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum melalui Keputusan Gubernur Nomor 1149 Tahun 2018 tentang Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum. Tim tersebut dibiayai oleh anggaran daerah dan memiliki masa kerja selama 6 (enam) bulan sejak 10 Agustus 2018, yang artinya dalam beberapa hari lagi akan habis masa kerjanya.
Oleh karena hal-hal tersebut di atas, berdasarkan Pasal 196 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR), bersama ini Koalisi mendesak Gubernur DKI Jakarta untuk segera melaksanakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 tanggal 10 April 2017 sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan dan amar putusan MA tersebut. Koalisi juga akan mengundang Gubernur DKI Jakarta beserta para tergugat lainnya (Presiden, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, dkk.) untuk hadir dalam pertemuan membahas pelaksanaan sukarela atas putusan tersebut pada 4 Februari 2019.
Jakarta, 20 Januari 2018
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ)
Narahubung:
Suhendi (Penggugat): 08161817794;
Nelson (LBH Jakarta): 081396820400;
Tommy (Pengacara Publik): 081315554447.