Ferry M Pasaribu, bekas General Manager Divisi Sistem Manajemen dan Informasi Teknologi PT Sarinah Persero.
Ia adalah si peniup peluit dalam tindak pidana korupsi, dikenal sebagai whistleblower.
“Ketika melihat sesuatu yang menurut hati kecil saya tidak benar, maka saya harus melawannya. Sebab, jika ada kasus korupsi di tempat saya bekerja, maka efek itu akan saya rasakan juga, dan juga karyawan lainnya,” ungkap Ferry pada KBR.
“Efek terhadap kesejahteraan misalnya. Misal terjadi korupsi di sebuah perusahaan, maka kasus itu akan mengurangi laba. Nah kalau laba itu berkurang akibat adanya tindak pidana korupsi, hal itu akan menyebabkan karyawan tidak dapat kenaikan gaji misalnya.”
Menjadi pengungkap kasus korupsi, bukan hal baru bagi Ferry. Ia terhitung sudah tiga kali melaporkan dugaan korupsi di tempatnya bekerja, PT Sarinah.
“Pertama soal kasus dugaan korupsi pada saat direksi periode 1996-2001. Tapi tidak diproses oleh Kejaksaan Agung pada saat itu. Tetapi kemudian direksi yang bersangkutan dijerat kembali pada kasus yang saya laporkan selanjutnya, yakni di 2007. Direktur Utama divonis 6 tahun, sedangkan Direktur Keuangan divonis 5 tahun. Kalau kasus yang kedua itu soal kerjasama dengan PT Graha Sari Pacific, namun dalam perjalanannya kerja sama itu tidak jadi. Kerugiannya bangunan yang berada di atas tanah kita itu sudah terlanjur dibongkar.”
Kasus yang terakhir diungkap pembelian singkong kering.
Direktur Utama PT Bumi Cassava, Utama Ismail Ibrahim, serta Manager Divisi Perdagangan PT Sarinah Persero, Purnama Karna Utama, diduga melakukan penyimpangan pembelian singkong kering.
Kerjasama itu ditaksir merugikan negara sebesar Rp 4,4 miliar.
Belakangan, pada 6 April lalu, Kejaksaan Agung menetapkan kedua nya sebagai tersangka.
“Dikhawatirkan ada kerugian. Karena memang kita tidak memiliki kemampuan. PT Sarinah tidak memiliki SDM yang mumpuni untuk mengurusi pembelian singkong kering itu. Akhirnya PT Sarinah memutuskan untuk menghentikan ekspor komoditas singkong kering.”
Ferry pun kembali beraksi. Ia memberi tambahan informasi ke Kejaksaan Agung terkait kasus penyimpangan itu.
Tapi anehnya, Direktur Utama PT Sarinah justru keberatan dengan apa yang dilakukannya.
“Direktur Utama langsung mempertanyakan kepada saya dan menunjukkan surat saya yang saya masukan ke Kejaksaan Agung. Saat itu saya ditanya; apa maksud dan tujuan saya melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung? Terus terang saya kaget. Bagaimana bisa laporan yang saya masukan ke Kejaksaan Agung sampai ke tangan Direktur Utama. Kemudian saya menjelaskan, maksudnya untuk memperjelas kasus dugaan korupsi yang sedang diusut oleh Kejaksaan Agung. Karena bisa saja ada tersangka lain dalam kasus ini. Saya yakin laporan saya akan membantu pihak Kejaksaan, sebab laporan saya lengkap.”
Ferry lantas dipecat karena telah membocorkan rahasia perusahaan.
Bocornya laporan Ferry, si whistleblower, jadi pertanyaan. Tak adakah perlindungan bagi mereka?
Pengacara Ferry dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Nelson Nokodemus, terungkapnya identitas Ferry sebagai pelapor merupakan pelanggaran. Sebab dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diatur perlindungan identitas bagi whistleblower.
Sebagai bentuk protes, LBH Jakarta melayangkan surat ke Kejaksaan Agung.
“Kami sudah menyurati Kejaksaan Agung. Kami surati Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Melalui surat ini kami mempertanyakan kenapa ini bisa bocor? Kenapa surat laporan Pak Ferry yang dimasukkan ke Gedung Bundar bisa ada di tangan direksi dan dibahas dalam rapat direksi? Padahal laporan cuma dikasih ke sana (Kejaksaan Agung) doang. Tidak diserahkan ke pihak lain. Kenapa bisa bocor? Kami sudah pertanyakan ini. Kita tunggulah jawabannya (Kejaksaan Agung),” kata Nelson Nikodemus.
Sementara Kejaksaan mengaku tak mengetahui siapa yang membocorkan laporan Ferry. Juru Bicara Kejaksaan Agung, Tony Spontana.
“Kalau laporan ya terbuka, Anda bikin laporan Anda yang membocorkan juga boleh. Pelapor mau menyampaikan ke Kejagung, sudah melaporkan ke Kejagung atas dugaan ini sah-sah saja, tapi Ferry sendiri belum tahu saya laporannya. Kalau terkait dengan korupsi PT Sarinah juga saya belum pernah dengar, nanti saya cek dulu,” ucap Tony.
Ferry pun menempuh upaya hukum agar haknya sebagai pelapor dijamin dan dilindungi negara.
“Saya dan LBH akan menyurati Kementerian BUMN, Komisi VI DPR yang membidangi BUMN. Saya juga akan melaporkan hal ini kepada Ombudsman RI karena saya menilai ada maladministrasi terkait kasus pemecatan saya.” (poltarkbr.com)