Seribulangkah terus ditempuh, tanpa pernah terlintas untuk menyerah, tanpa pernah terlintas untuk mundur. Hal tersebut tergambar dari kisah kasus 36 Buruh yang diberhentikan secara semena-mena oleh Pengusaha. Nurmi bersama 35 rekan buruh perempuan yang sudah belasan tahun bekerja di PT. Surya Pasific Sejahtera dipaksa untuk mengundurkan diri akibat kebakaran yang dialami oleh perusahaan pada 13 Pebruari 2012. Atas dalil dalam keadaan memaksa/force majeur, Pengusaha memaksa seluruh pekerjanya untuk segera mendandatangani surat pengunduran diri, jikalau ditolak maka Pekerja tidak akan mendapatkan upah setengah bulan dan juga uang kebijaksanaan. Sejak awal Nurmi dan 35 rekannya menolak dengan keras tindakan pemaksaan pengunduran diri yang dilakukan oleh Pengusaha. Berdasarkan Pasal 164 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa apabila Pengusaha dalam keadaan memaksa/forcemajeur yang dilakukan oleh Pengusaha adalah melakukan PHK, bukan sebaliknya memaksakan para pekerjanya untuk mengundurkan diri. Jikalau Pengusaha melakukan PHK tersebut maka Pengusaha dibebankan tangungjawab untuk membayar uang pesangon sesuai masa kerja, uang penghargaan masa kerja sesuai lamanya bekerja dan uang penggantian hak sedangkan jikalau pekerja mengundurkan diri maka pengusaha hanya dibebankan tanggungjawab untuk membayar uang penggantian hak kepada pekerjanya.
Upaya akal-akalan yang dilakukan oleh Pengusaha tersebut ditentang dan terus dilawan oleh 36 Buruh Perempuan tersebut. Sejak 17 Pebruari 2012 hingga saat ini, perlawanan tersebut tidak pernah redah. Setiap langkah dan upaya mediasi, musyawrah maupun perundingan terus diupayakan oleh Nurmi dkk, namun tidak mendaptkan respon positif dari pengusaha dengan cara mengabaikan 10 kali undangan pertemuan yang disampaikan. Akhirnya tanggal 30 Mei 2013, Nurmi dan 35 rekan-rekanya mengajukan Gugatan terhadap PT. Surya Pasific Sejahtera di Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat.
Selama persidangan berlangsung Pengusaha tidak pernah hadir, selalu diwakili oleh Penasehat Hukumnya, sebaliknya 36 Buruh Perempuan ini tak pernah diam, dan terus hadir mengawal jalanya persidangan. Kuasa Hukum Pengusaha seringkali tidak hadir persidangan ataupun telat, hingga menunda jalannya persidangan, melalui Kuasa Hukumnya tampaknya Pengusaha sedang mengulur-ulur waktu dan sedang menguji keuletan 36 buruh perempuan dalam memperjuangkan haknya.
Senin, 16 September 2013 seharunya agenda sidang yang laksanakan yaitu pemeriksaan saksi-saksi. Namun kembali sidang harus ditunda untuk kedua kalinya akibat Kuasa Hukum Tergugat terlambat. Sebelumnya pada 9 September 2013, sidang kembali ditunda akibat Kuasa Hukum Tergugat tidak dapat melengkapi bukti surat. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta selaku Kuasa Hukum 36 Buruh Perempuan ini meminta Majelis Hakim untuk memperingatkan Tergugat dan meminta apabila sidang kemudian Tergugat tidak hadir kembali, pemeriksan terus dapat dilanjutkan.
Perjuangan, tekad dan keuletan 36 Buruh Perempuan ini telah teruji. Hampir genap 1 tahun 10 bulan perjuangan mereka terus diuji. Ketidakhadiran Penasehat Hukum Pengusaha tidak menjadikan semangat dan perjuangan 36 buruh perempuan ini melemah, namun sebaliknya.