Jakarta, bantuanhukum.or.id—Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar persidangan terhadap 2 Pengacara Publik LBH Jakarta, 1 Mahasiswa, dan 23 Buruh, Senin (28/03). Persidangan tersebut merupakan lanjutan dari sidang pada 21 Maret 2016 lalu, yang oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat ditunda. Persidangan kali ini berjalan masih dengan pengawalan ketat aparat kepolisian dan dukungan kawan-kawan buruh dari berbagai serikat di luar serta di dalam Pengadilan.
Tigor Gemdita dan Obed Sakti selaku Pengacara Publik LBH Jakarta bersama dengan Hasyim seorang mahasiswa menjalani sidang pertamanya hari ini. Dalam sidang pertama ini pun masih ada kesalahan-kesalahan mendasar yang tidak seharusnya dilakukan oleh Jaksa Penuntut umum. Selain sidang yang tidak tepat waktu, terpaksa mundur kurang lebih dua jam dari waktu yang telah disepakati yaitu pukul 11.00 WIB, Jaksa Penuntut umum pun mengirimkan 2 surat panggilan sidang yang berbeda kepada Tigor dan Obed.
Pada kesempatan pertamanya Jaksa mengirimkan surat panggilan sidang yang menuliskan bahwa Tigor dan Obed dipanggil ke persidangan dalam perkara asusila dengan mencantumkan pasal 286 dan 288 KUHP. Beberapa hari kemudian, surat kedua kepada Tigor dan Obed datang kembali ke LBH Jakarta. Surat tersebut memuat pasal yang berbeda dengan surat yang pertama. Surat kedua memuat pasal 216, 218 junto pasal 55 KUHP.
Kepada Majelis Hakim, Tigor dan Obed mengutarakan kebingungan mereka, bahwa sesungguhnya mereka akan didakwa dengan perkara yang mana.
“Dengan datangnya 2 surat dengan pasal yang berbeda ini, kami menjadi bingung, dan kami memohon penjelasan melalui persidangan ini, jika karena perkara asusila kami jelas tidak terima,” kata Tigor kepada Hakim.
Hakim meminta penjelasan kepada Jaksa, dan dimuka persidangan Jaksa pun mengakui kesalahannya, namun Jaksa memastikan bahwa Tigor, Obed, dan Hasyim akan menjalani persidangan dengan surat panggilan yang terakhir.
Setelah melalui sedikit perdebatan tentang surat panggilan, sidang kemudian dilanjutkan dengan agenda pembacaan dakwaan. Jaksa membacakan dakwaan kepada Tigor, Obed, dan Hasyim tanpa memberikan penjelasan terkait posisi terdakwa atas pasal yang dituduhkan. Hal tersebut kemudian memicu kembali pertanyaan dari terdakwa kepada Jaksa.
Ketika Jaksa selesai membacakan dakwaan dan Hakim menanyakan kepada terdakwa apakah mereka mengerti dengan surat dakwaan yang dibacakan, para terdakwa dengan jelas menjawab tidak mengerti.
“Saya mohon agar Jaksa menjelaskan menurut pasal 55 dimana posisi kami dalam pasal tersebut?” tanya Tigor.
Alih-alih menjelaskan, Jaksa malah membacakan ulang pada surat dakwaan. Hal tersebut yang pada akhirnya memicu sedikit ketegangan.
“Sebagai terdakwa, kami merasa Hak Asasi kami sebagai manusia dicerabut karena Jaksa tidak bisa menjelaskan pasal tersebut secara terang benderang,” tegas Tigor kepada Hakim.
Sebelum sidang diakhiri dan dilanjutkan kembali pada Senin 04 April 2016 dengan agenda pembacaan eksepsi, Penasehat Hukum terdakwa kembali menekankan kepada Jaksa agar profesional dalam menjalankan tugasnya.
“Kami tekankan sekali lagi agar Jaksa bisa hadir tepat waktu ke persidangan supaya sidang tidak molor lagi, tidak melakukan kesalahan lagi seperti surat panggilan hari ini. Sebagai representasi dari negara Jaksa harusnya profesional dalam menjalnkan tugasnya, ” kata Maruli Tua, salah satu Penasehat Hukum ketiga terdakwa.
Sementara pada kesempatan selanjutnya, sidang terhadap 23 buruh yang juga merupakan korban dugaan kriminalisasi ditunda. Hal tersebut dikarenakan beberapa buruh yang dipanggil dalam persidangan baru mendapatkan surat panggilan sidang satu hari sebelum jalannya sidang. Hal tersebut pun merupakan kelalaian Jaksa dalam menjalankan tugasnya.