PRESS RELEASE
Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terutama pelecehan seksual seringkali tidak diproses oleh kepolisian.
(Jakarta, 7 Juli 2015) Jaringan aktivis hak perempuan yang termasuk di dalamnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya untuk segera memproses kasus pelecehan seksual yang menimpa korban EP di Apartemen Kalibata City pada tanggal 24 Juni lalu, demi keadilan dan martabat perempuan secara keseluruhan yang sudah seringkali dilanggar.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa kepolisian di negara ini kerap kali tidak memproses kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama kasus yang berhubungan dengan kekerasan seksual. Seminggu belakangan ini, kita kembali dihebohkan dengan kasus pelecehan seksual yang menimpa salah seorang aktivis perempuan. Dan lagi-lagi, kasus tersebut pun mandek.
Polda Metro Jaya yang sudah menerima laporan dari korban bukannya segera melakukan penyidikan, namun malah mengoper pelaku ke imigrasi dengan alasan bahwa pelakunya adalah warga negara Irak yang sedang mencari suaka. ”Padahal wewenang imigrasi ya hanyalah untuk menindak pelanggaran keimigrasian, sedangkan untuk pelanggaran KUHP seperti yang terjadi dalam kasus ini adalah tetap merupakan ranah polri. Dan polisi seharusnya sudah paham benar tentang itu,” kecam Veronica Koman, pengacara publik dari LBH Jakarta yang adalah pendamping EP.
“Tidak ada lagi alasan bagi Polda untuk tidak melanjutkan kasus ini karena sudah ada tiga alat bukti yang cukup yakni kesaksian korban, rekaman CCTV, dan keterangan pelaku itu sendiri. Ironisnya, pelaku mengakui perbuatannya tersebut di hadapan para polisi juga ketika proses BAP,” tegas Yohana Wardhani dari Magenta, pendamping EP yang lainnya.
Yohana menambahkan, “Terhambatnya pemenuhan hak keadilan korban terjadi karena perspektif bahwa pelecehan seksual bukanlah hal yang serius. Padahal pengabaian polisi terhadap pelecehan seksual di ruang publik akan semakin mendorong terjadinya kekerasan seksual di ranah publik.”
Hukuman dalam bentuk deportasi seperti yang disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Krishna Murti pada pekan lalu tidak bisa dilakukan karena akan melanggar prinsip internasional non-refoulement, yang mana mengatur bahwa negara-negara dilarang untuk mendeportasi pencari suaka. “Ketidakmengertian Kombes Krishna mengenai prinsip ini bisa menggiring opini publik bahwa seolah-olah pencari suaka itu kebal hukum, padahal tidak. Maka kami minta kepada Polda Metro Jaya untuk segera mengambilalih lagi kasus ini dari keimigrasian, untuk kemudian kembali memproses kasus ini!“ tegas Veronica.
Hormat kami,
LBH JAKARTA, LBH APIK JAKARTA, ASOSIASI LBH APIK INDONESIA, SAPA INDONESIA, YAYASAN PULIH, KALYANAMITRA, SOLIDARITAS PEREMPUAN, KEPPAK PEREMPUAN-PUSAT, SAPA INDONESIA, INSTITUTE PEREMPUAN, MAGENTA, NLC, INDONESIA UNTUK KEMANUSIAAN, PBH NUSRA MAUMERE NTT, PK2TL LAMPUNG, PEMUDA MUHAMMADIYAH WILAYAH LAMPUNG, KIPRAH PEREMPUAN YOGYAKARTA, FOPPERHAM, RPUK ACEH, HWDI, JALA PRT, ALIANSI LAKI-LAKI BARU, ICRP, PEREMPUAN BERBAGI, KAPAL PEREMPUAN, SWARA, SAHABAT KAPAS-SOLO, KePPaK Perempuan-Kep. Riau, KePPaK Perempuan-DKI Jakarta, KePPaK Perempuan-Jatim, KePPaK Perempuan-Bali, KePPaK Perempuan-Kalteng, KePPaK Perempuan Sulut, KePPaK Perempuan-NTT, KePPaK Perempuan-Banten, KePPaK Perempuan-Lahat, KePPaK Perempuan-Depok, KePPaK Perempuan-Garut, KePPaK Perempuan-Bekasi, P3M-DKI Jakarta
Induvidu;
Yuda Irlang, Soraya Oktaviani, Dette Aliyah, Nenny A, Josephine, Lila, Christin Siahaan, Rumiyati, Ditta Wisnu, Valentina Sagala, Salma Safitri, Oet Uno, Larsi, Dian Sasmita
Kontak: Veronica 08170941833