LBH Jakarta kritik tindakan Kepolisian Polda Metro Jaya yang melakukan penangkapan terhadap 18 warga yang diduga tidak mematuhi himbauan kepolisian dan dianggap melanggar pembatasan berskala besar dengan merujuk pada pasal 93 UU No.6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan dan/atau Pasal 218 KUHP pada Jumat Malam (2/4/2020). Penangkapan tersebut adalah tindakan sewenang-wenang dan tidak berdasar hukum, mengingat penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sampai hari ini belum berlaku, oleh karenanya Kepolisian belum memiliki kewenangan menerapkan sanksi pidana dengan merujuk ketentuan Pasal 93 tersebut. Sedangkan, penerapan Pasal 218 KUHP harus merujuk kepada orang yang berkerumun untuk tujuan mengacau (volksoploop) jadi bukan orang berkerumun yang tentram dan damai. Jadi sebetulnya, sampai detik ini tidak ada kebijakan yang berubah dari pemerintah untuk tangani COVID-19 selain sebatas himbauan atau maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan sosial (pysical) distancing. Harus dipahami bahwa himbauan atau maklumat tidak memiliki kekuatan hukum yang bisa menjadi dasar sanksi pemidanaan.
Pemerintah melalui Presiden memang sudah menetapkan indonesia darurat kesehatan dengan menerbitkan Keppres No. 19 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease (COVID-19 ) dan PP No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar pada 31/3/2020. Namun, diterbitkannya Keppres atau PP tersebut oleh Pemerintah tidak otomatis/serta merta menjadikan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diumumkan Presiden Jokowi berlaku. Sesuai dengan PP tersebut harus ada penetapan Menteri Kesehatan terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar terlebih dahulu untuk menjadi dasar hukum dan pengesahan kebijakan PSBB sebagai bentuk kekarantinaan kesehatan. Kebijakan ini pun harus memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3) dan berangkat dari usulan Kepala Daerah baik itu Gubernur, Walikota dan Bupati atau usulan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang disetujui oleh Menteri Kesehatan melalui sebuah penetapan (Pasal 6). Sementara itu Menteri Kesehatan RI baru menerbitkan pedoman penetapan PSBB melalui Permenkes No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada (3/4/2020). Dengan demikian, terang bahwa tindakan kepolisian yang melakukan tindakan hukum pidana terhadap masyarakat adalah tindakan yang tidak berdasar. Terhadap masyarakat yg dirugikan akibat tindakan sewenang wenang Kepolisian sebagaimana hal diatas berhak menempuh upaya hukum.
Selain itu, LBH Jakarta mendesak kepada Pemerintah maupun jajaran aparat penegak hukum untuk berhati-hati dan tidak menggunakan pasal karet pidana kekarantinaan kesehatan yang berpotensi mengkriminalisasi warga di tengah-tengah situasi wabah pandemi COVID-19. Hal ini dikarenakan aturan pasal pidana tersebut dari segi rumusan norma hukumnya bermasalah, bersifat karet, dan berpotensi sewenang-wenang.
Hal ini terlihat dari rumusan Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Kekarantinaan Kesehatan 2018) yang menyebutkan: “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
Selain itu, Pasal 9 ayat 1 UU Kekarantinaan Kesehatan yang menjadi rujukan norma hukum dari pasal pidana di atas, menyatakan sebagai berikut: “Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan”.
Rumusan Pasal 93 maupun Pasal 9 ayat 1 tersebut bermasalah, karena memuat klausul kata yang bersifat karet, tidak bisa berukur, dan penerapannya berpotensi sewenang-wenang, yakni klausul “tidak mematuhi” dan “wajib mematuhi” penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Baik kata “mematuhi” maupun “tidak mematuhi”, merupakan rumusan klausul yang tidak jelas pengukurannya, dan menimbulkan multitafsir yang bila diletakkan pada aparat penegak hukum akan cenderung sewenang-wenang penerapannya. Pasal tersebut juga bertentangan dengan Asas Legalitas Hukum Pidana, yang mana dalam perumusan maupun penerapan norma pasal hukum pidana, harus mematuhi beberapa asas turunannya, seperti: 1) lex stricta, yaitu bahwa hukum tertulis tadi harus dimaknai secara rigid, tidak boleh diperluas atau multitafsir pemaknaannya; 2) lex certa, dimana hukum tersebut harus jelas dan mengedepankan pentingnya kepastian sebagai tujuan hukum yang paling awal.
Merujuk pada hal diatas, LBH Jakarta mendesak:
- Pemerintah Indonesia cq. Presiden Republik Indonesia cq. Menteri Kesehatan cq. Kepala Daerah untuk berhenti membuat kebingungan di masyarakat dengan secepatnya menetapkan kebijakan strategis dan solutif yang berpihak pada masyarakat dalam mencegah penyebaran pandemi Corona dan semakin luasnya korban dengan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku sesuai dengan prinsip negara hukum Indonesia;
- Kepala Kepolisian Republik Indonesia sebagai pimpinan tertinggi Kepolisian Republik Indonesia untuk memastikan seluruh jajarannya menjalankan kewenangan penyelidikan, penyidikan dan upaya paksa dengan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
- Kepolisian Republik Indonesia cq. Polda Metro Jaya untuk menghentikan tindakan hukum atau upaya paksa khususnya penangkapan sewenang-wenang kepada warga masyarakat tanpa dasar hukum yang jelas mengingat sampai hari ini Pembatasan Berskala Besar belum ditetapkan sah berlaku di Wilayah DKI Jakarta maupun di berbagai daerah di Indonesia.
- Kepolisian Republik Indonesia cq. Polda Metro Jaya untuk menghentikan tindakan hukum khususnya penangkapan sewenang-wenang kepada warga masyarakat tanpa dasar hukum yang jelas mengingat sampai hari ini Pembatasan Berskala Besar belum ditetapkan sah berlaku di Wilayah DKI Jakarta maupun di berbagai daerah di Indonesia.
- Kompolnas, Pengawas Internal dan Propam Polri untuk segera melakukan Pengawasan dan penindakan terhadap aparat kepolisian yg melakukan tindakan sewenang wenang;
Jakarta, 05 April 2020
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta