Catatan Kasus Penyiksaan Sepanjang Tahun 2013 s.d. 2016
Ratifikasi terhadap konvensi anti penyiksaan tidak akan menghentikan praktek penyiksaan di Indonesia jika tidak dibarengi dengan adanya komitmen dan langkah-langkah nyata dari Pemerintah Indonesia. Mengingat tantangan bagi perang melawan penyiksaan ternyata masih terus terjadi. Hasil penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta di Wilayah DKI Jakarta pada 2008 menunjukkan bahwa sebanyak 83,65% dari 367 responden menyatakan mengalami kekerasan ditingkat Kepolisian, baik pada saat penangkapan atau pemeriksaan. Penelitian LBH Jakarta di tahun 2012 menemukan bahwa aparat Kepolisian secara konsisten menjadi pelaku penyiksaan pada proses penangkapan, pemeriksaan, maupun penahanan. Pelaku penyiksaan saat pemeriksaan di dominasi oleh anggota Kepolisian. Di wilayah Jakarta realitas penyiksaan menunjukkan angka 62,6%.1 Terhadap indeks persepsi penyiksaan, Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia merupakan wilayah dengan tingkat toleransi tertinggi terhadap penyiksaan pada seluruh proses peradilan pidana dibandingkan dengan wilayah penelitian lainnya.
Temuan ini mengindikasikan problem akut masih terus terjadinya praktek penyiksaan dalam proses penegakan hukum khususnya di Kepolisian. Bahkan praktek penyiksaan dianggap sebagai kejahatan yang bisa ditoleransi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum melakukan langkah kongkrit untuk mencegah penyiksaan.
Untuk memotret kondisi penyiksaan di wilayah kerja LBH Jakarta melalui advokasi yang selama ini dilakukan, LBH Jakarta membuat sebuah penelitian mengenai potret pengaduan penyiksaan yang diterima LBH Jakarta dalam kurun waktu 2013-2016 dengan judul Kepolisian dalam Bayang-Bayang Peyiksaan.
UNDUH LAPORAN