Sidang kawus kriminalisasi menggunakan UU ITE kasus dugaan penodaan agama, dengan terdakwa AB (39 tahun), kembali digelar Pengadilan Negeri Pandeglang, Rabu (6/3). Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan saksi. Saksi yang diperiksa pada persidangan kali ini adalah Solihin, Uut, Dullah, dan Khaerudin. Semua saksi tersebut merupakan warga Kampung Gadog, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Pandeglang.
Pada agenda pemeriksaan saksi ini, Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum, dan Kuasa Hukum kembali memeriksa keterangan para saksi.
“Bahwa ada beberapa ungkapan terdakwa di facebook yang dianggap penodaan agama. Salah satunya adalah “Di Kampung ini, perempuan dilarang masuk masjid, apakah benar saudara saksi?”, tanya Majelis Hakim kepada Solihin.
Solihin menyatakan bahwa postingan facebook AB tidak benar. Di Kampung Gadog tidak ada larangan seperti itu, kecuali memang ketika perempuan sedang haid dan nifas.
Namun ketika keterangan tersebut ditanyakan kembali kebenarannya oleh kuasa hukum terdakwa, saksi Solihin justru menyatakan sebaliknya.
“Iya benar, di Mesjid Al-Istizar tidak ada perempuan yang sholat di dalamnya. Di Kampung itu sudah jadi kebiasaan perempuan tidak sholat di Mesjid,” ungkap saksi Solihin ketika ditanya kuasa hukum terdakwa.
Nurhawi selaku saksi kedua mengungkapkan kepada Majelis Hakim bahwa dirinyalah yang mentransmisikan postingannya facebook AB kepada Solihin. Menurut pengakuannya, ia mentransmisikan postingan yang dituduh penodaan agama tersebut berdasarkan permintaan dari Solihin.
Meski begitu, Nurhawi mengaku kepada dihadapan Majelis Hakim bahwa ia tidak mengetahui bahwa ada larangan mentransmisikan postingan internet yang berisikan konten yang diduga menodai agama.
“Iya, saya mentransmisikan postingan facebook AB tersebut. Dan saya tidak mengetahui adanya aturan hukum yang melarang tersebut,” ungkap Nurhawi dihadapan Majelis Hakim.
Setelah pemeriksaan saksi Nurhawi, pemeriksaan dilanjutkan kepada saksi Dullah. Dullah yang mengaku dirinya sebagai tokoh masyarakat sekitar, mengaku kenal akrab dan sering bersilaturahmi dengan Terdakwa AB.
“Ya, saya kenal terdakwa. Bahkan sejak 4 tahun yang lalu, saat terdakwa baru pindah ke Kampung Gadog. Terdakwa selama ini memang cukup sering bersilaturahmi dengan saya”, ujar Dullah kepada Majelis Hakim.
Dullah mengakui bahwa selama ini terdakwa AB tergolong berkelakuan baik. Namun dirinya mengaku jika tidak tahu apakah terdakwa AB pernah melakukan tindakan kriminal sebelumnya.
Khoerudin selaku saksi keempat mengaku kepada Majelis Hakim bahwa dirinya ikut berkumpul bersama beberapa warga lainnya untuk membaca dan bermusyawarah terkait postingan terdakwa AB. Tidak cukup disitu, dia juga turut “mengamankan” terdakwa AB ke kepolisian.
Meski mengaku turut ikut bermusyawarah terkait postingan facebook terdakwa AB, saksi Khoerudin menyatakan bahwa dirinya tidak melakukan klarifikasi kepada Terdakwa AB.
“Ya, Saya tidak pernah menemui terdakwa AB, bahkan untuk klarifikasi terkait postingan facebook terdakwa AB,” ungkap saksi Khoerudin.
Pratiwi Febry selaku kuasa hukum terdakwa, menilai bahwa saksi-saksi yang diperiksa pada agenda persidangan ini banyak yang inkonsisten dengan keterangannya sendiri.
“Ketika beberapa kali diverifikasi ulang, banyak keterangan dari para saksi yang inkonsisten. Selain itu, banyak juga keterangan-keterangannya yang tidak didasarkan pada fakta riil, namun hanya didasarkan asumsi belaka,” ungkap Pratiwi Febry selaku kuasa hukum terdakwa.
Tidak cukup sampai disitu, Pratiwi melihat bahwa Jaksa Penuntut Umum terindikasi mengarahkan jawaban para saksi, dan Majelis Hakim gagal menggali keterangan substantif-materiil.
Pratiwi sendiri menilai, jika persidangan ini diduga sudah janggal sejak awal. Kejanggalan-kejanggalan ini terlihat dalam bentuk tindakan Majelis Hakim yang cenderung mengabaikan proses peradilan yang fair.
Pertama, terdakwa tidak diundang secara patut oleh Majelis Hakim untuk menghadiri persidangan. Kedua, Majelis Hakim tanpa dasar hukum yang jelas secara sepihak memaksa terdakwa dan kuasa hukum untuk menyutujui agenda persidangan yang dijadwalkan seminggu dua kali.
Selain itu, Majelis Hakim juga lebih mengutamakan kalender persidangan, dan tidak menganggap kehadiran terdakwa dan kuasa hukum pada agenda pembacaan eksepsi. Akibatnya, terdakwa dianggap tidak mengajukan eksepsi. Tindakan Majelis Hakim ini sangat disayangkan oleh kuasa hukum terdakwa, karena tidak mengutamakan hak akses keadilan substantif bagi terdakwa.
Tak seperti biasanya, persidangan kali ini telah ramai sebelum dimulai. PN Pandeglang dipenuhi massa yang mengaku dirinya dari ormas FPI (Front Pembela Islam), Laskar Banten, dan Warga Cibaliung. Tidak hanya itu, sekitar 50 orang dari massa turut duduk memenuhi ruang sidang. Sidang pemeriksaan saksi yang diselenggarakan sejak pukul 10.30 WIB ini, berakhir pada pukul 16.00 WIB. (Rasyid)