LBH Jakarta – Aksi kamisan ke-357, Kamis 26/06/2014, kembali dilakukan oleh Jaringan Solidaritas Korban Untuk Keadilan (JSKK). Namun, aksi kamisan kali ini sedikit berbeda karena Gerakan Rakyat Melawan Lupa ikut bergabung, sekaligus seluruh peserta aksi memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional dalam aksi kamisan kali ini. Pada aksi kali ini pula para aktivis kembali meneriakan sejumlah tuntutan seperti tangkap dan adili penjahat HAM di Pengadilan HAM ad hoc, menolak calon presiden pelanggar HAM, dan hapuskan penyiksaan serta penculikan di Indonesia.
Berkumpul di depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Monas, peserta aksi melakukan long march ke Istana Negara. Di depan Istana Negara mereka melakukan aksi diam yang menjadi ciri khas aksi Kamisan. Sempat terjadi ketegangan antara massa aksi dengan aparat kepolisian. Hal ini terjadi lantaran polisi berjaga secara rapat di depan massa aksi, yang mengakibatkan pengguna jalan tidak dapat melihat spanduk tuntutan aksi.
Setelah aksi diam hampir 1 jam lamanya, aksi diteruskan dengan memberikan kesempatan pada mereka yang mengikuti aksi untuk memberikan orasi. Diawali dengan pembacaan puisi oleh putri Widji Thukul, Fitri Ngantiwani yang tergabung dalam IKOHI dengan judul “Jenderal Penindas”, orasi-orasi kemudian dilakukan.
Dalam salah satu orasinya juru bicara Gerakan Rakyat Melawan Lupa, Maruli Rajaguguk dari LBH Jakarta mengungkapkan kekhawatirannya jika nanti Indonesia dipimpin oleh presiden yang didugs terkait dengan berbagai kasus pelanggaran HAM di masa lalu. “kami menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia dengan tidak memilih capres yang mempunyai latar belakang pelanggaran HAM,” teriak Maruli dalam orasinya.
Aksi kamisan yang dimulai sejak pukul 16.00 WIB yang diikuti oleh sejumlah aktivis serta para keluarga korban pelanggaran HAM, berakhir tepat pukul 18.00 WIB. Sebelumnya mereka memberikan Petisi Gerakan Rakyat Melawan Lupa dan Surat Kamisan Ke 357 ke penjaga Istana Negara untuk disampaikan ke Presiden.