Press Release LBH Jakarta
No. : 1262 / SK / LBH / X / 2014
Minggu 26 Oktober 2014 Presiden Joko Widodo telah mengumumkan susunan kabinetnya yang diberi nama Kabinet Kerja. Rakyat memandatkan kepercayaan kepada Kabinet Kerja yang mulai bekerja hari ini, Senin (27/10) sekaligus bersedia mengawasi kinerja pemerintahan dalam meningkatkan kesejahteraan umum sebagaimana cita-cita Konstitusi.
Beranjak kepada persoalan terkait ketenagakerjaan, posisi pekerja/buruh yang selalu berada di pihak lemah semakin dilemahkan dengan keberadaan sistem alih daya yang banyak menimbulkan masalah. Perlidungan hukum lemah serta hubungan kerja tidak pasti. Status tidak tetap, jaminan sosial dan kesehatan tidak dipenuhi, upah di bawah UMR, pengabaian K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), hingga pemecatan sepihak tanpa kompensasi tidak sedikit terjadi pada pekerja alih daya. Seringkali diskriminasi antara pekerja alih daya dengan pekerja kontrak (PKWT) pun terjadi.
Selama pengusaha masih berpikir bahwa “keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya,” dan mengedepankan penekanan modal (low cost), bukannya semangat mensejahterakan, cita-cita Jokowi dan Kabinet Kerjanya pun tak kunjung dapat diraih. Menghapus sistem alih daya ialah salah satu caranya. Apabila tetap dipertahankan, setidaknya Menteri Ketenagakerjaan sebaiknya mencabut Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 tentang penentuan kriteria core dan non core bisnis oleh pengusaha. Seharusnya Pemerintah banyak kerja dan mengambil alih kewenangan yang menentukan core dan non core dalam alur kegiatan produksi.
Selain itu LBH Jakarta bersama Serikat Pekerja pernah menyampaikan 16 rekomendasi kepada Jokowi-JK melalui Tim Transisi dan salah satunya untuk merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2012 tentang KHL yang masih menetapkan 60 butir kebutuhan dan melibatkan peran APBN dengan meralisasikan fasilitas-fasilitas penunjang bagi buruh (saat ini) di 74 kawasan industri: perumahan, transportasi, pendidikan, dan rumah sakit untuk buruh, adanya Menteri baru diharapkan juga akan membawa keadaan baru, keadaan dimana buruh bisa hidup lebih layak dan sejahtera.
Di samping permasalahan murni perburuhan, LBH Jakarta mengendus pula adanya kelemahan pada pengawasan pemerintah atas masalah ketenagakerjaan. Pelanggaran yang sering dilakukan pengusaha seringkali lemah dalam penegakannya. Kasus pemberangusan serikat pekerja berlarut-larut, upah yang di bawah UMP/UMR dan upah tidak dibayarkan tidak kunjung diselesaikan.
Untuk itu Kabinet Kerja Jokowi-JK harus lebih banyak kerja untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan tersebut terlebih nomenklatur kementerian kabinet kerja yang tidak lagi menggabungkan urusan ketenagakerjaan dengan transmigrasi. Atas hal itu LBH Jakarta, berharap Menteri Ketenagakerjaan Kabinet Kerja dapat lebih memperhatikan beberapa hal penting dibidang ketenagakerjaan, diantaranya: (1) menghapus sistem alih daya (outsourcing) dengan mencabut Permenakertrans No. 19 Tahun 2012; (2) merealisasikan janji Jokowi “upah layak, kerja layak, dan hidup layak” dan; (3) memperkuat pengawasan atas pelanggaran dibidang ketenagakerjaan maupun hal-hal lain yang terkait dengan pidana perburuhan.
Jakarta, 27 Oktober 2014
Hormat Kami
LBH Jakarta
Contact Person : Isnur : 081510014395, Biky : 081316498355