Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dinilai tidak serius memberikan perhatian kepada para buruh.
Hal itu terlihat dalam menanggapi gugatan buruh dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) terhadap Surat Keputusan Gubernur yang menangguhkan Upah Minimum Provinsi (UMP) para buruh di tujuh perusahaan yang beroperasi di Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Cakung, Jakarta Timur, pada Kamis (20/6), Jokowi sebagai Gubernur DKI selaku pihak tergugat menyerahkan penanganan gugatan tersebut kepada perwakilan Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta.
Staf Biro Hukum bernama Rudi ini hadir di pengadilan dengan hanya bermodal ID Card dan surat panggilan tanpa adanya surat kuasa hukum.
“Apakah memang dia (Rudi) orang yang diberikan kuasa oleh Pemprov. Kalau tidak diberikan kuasa tidak bisa. Ini kan indikator apakah Pemprov serius atau tidak,” kata Sudiyanti pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang mendampingi para buruh, usai persidangan, di PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (20/6).
Sudiyanti menyesalkan ketidakseriusan Pemprov DKI terutama gubernur dalam menanggapi gugatan tersebut. Padahal, terdapat 10.000 buruh di tujuh perusahaan itu yang merasa dirugikan dengan keluarnya SK pengangguhan UMP tersebut.
“Mereka (Pemprov DKI) sudah tahu hari ini agendanya gugatan dan jawaban. Seharusnya ada dari pihak Pemprov,” ujarnya.
Ketua DPD SPN DKI Jakarta, Ramidi mengungkapkan kekecewaannya terhadap ketidakseriusan Pemprov DKI dalam menanggapi gugatan buruh.
“Jujur kami sangat kecewa karena ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta. Ini sudah jauh-jauh hari kita layangkan tetapi Pemprov tidak serius,” ujarnya.
Ramidi mengungkapkan, sebelumnya pihaknya sudah mengupayakan dialog sebanyak dua kali. Tetapi hal itu tidak ditanggapi.
“Ada surat permintaan untuk dialog. Sudah dua kali permintaan tapi tidak ditanggapi,” ujar Ramidi.
Dengan hanya diwakilkan kepada seorang staf tanpa surat kuasa, Kuasa Hukum buruh SPN menyatakan keberatan. Majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Husban, kemudian menunda persidangan hingga Rabu (26/6/2013) pekan depan.
Seperti diberitakan, gugatan buruh terhadap Jokowi ini terkait dengan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta yang menyetujui menangguhkan upah minimum yang diajukan tujuh perusahaan garmen asal Korea Selatan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung.
Akibat SK tersebut, sampai saat ini, buruh di tujuh perusahaan itu hanya memperoleh penghasilan UMP Rp 1,9 juta dari perusahaan. Padahal upah seharusnya yang diberikan sebesar Rp 2,2 seusai dengan SK Gubernur tentang UMP yang dikeluarkan tahun ini.