Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta mengabulkan sebagian gugatan buruh Serikat Pekerja Nasional (SPN) mengenai Pembatalan SK Penangguhan Upah. Pada persidangan dengan agenda pembacaan putusan hari Kamis, 7 November 2013, Majelis Hakim memutuskan bahwa Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta yang mengabulkan penangguhan Upah Minimum Provinsi untuk 7 perusahaan di KBN Cakung harus dicabut dan dibatalkan.
Tujuh (7) perusahaan yang tadinya mendapatkan persetujuan penangguhan pemberlakuan UMP adalah PT. Kaho Indah Citra Garmen, PT. Misung Indonesia, PT. Myungsung Indonesia, PT. Kyungseung Trading Indonesia, PT. Star Camtex, PT. Good Guys Indonesia dan PT. Yeon Heung Mega Sari.
Para buruh yang diwakili oleh Pengurus Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPN menggugat Gubernur DKI Jakarta selaku pihak yang mengeluarkan SK Penangguhan untuk masing-masing tujuh perusahaan diatas. Dalam pembacaan putusan, Majelis Hakim mengakui posisi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dapat mewakili anggotanya untuk menggugat di Pengadilan TUN. Hal ini merupakan yang pertama kali di Pengadilan TUN Jakarta.
Undang-undang tentang Peradilan TUN dalam Pasal 53 mengatur bahwa yang dapat mengajukan gugatan TUN adalah perseorangan atau badan hukum perdata. Dalam eksepsinya, Tergugat menyatakan bahwa karena Serikat Pekerja/Serikat Buruh bukanlah badan hukum perdata, dan pengurusnya bukan pekerja di 7 perusahaan yang diijinkan menangguhkan upah, maka Pengurus DPP/DPC SPN tidak dapat menjadi Penggugat dalam perkara ini. Majelis Hakim menolak eksepsi dan menyatakan bahwa DPP dan DPC SPN sebagaimana diatur dalam AD/ART SPN secara nyata mewakili kepentingan para anggotanya.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa dalam proses pengajuan penangguhan, ketujuh perusahaan tidak memenuhi persyaratan kesepakatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur 42 Tahun 2007 mengenai Permohonan Penangguhan Upah. PerGub tersebut mengatur bahwa dalam perusahaan yang terdapat SP/SB yang beranggotakan lebih dari 50% pekerja, Pengusaha harus berunding dan mendapatkan kesepakatan dari SP/SB sebelum mengajukan permohonan penangguhan pemberlakuan upah minimum. Bahkan fakta persidangan mengungkap bahwa terjadi intimidasi dari pengusaha untuk mendapatkan tanda tangan buruh untuk menyetujui penangguhan upah.
Setelah melalui proses persidangan sejak Maret 2013, 11.000 (sebelas) ribu orang buruh yang bekerja di 7 perusahaan menyambut gembira dibatalkannya SK Penangguhan Upah, hal ini berarti bahwa 7 perusahaan harus membayar selisih upah mereka dengan UMP 2013.
Dalam putusannya Majelis Hakim juga menghukum Tergugat dan Para Tergugat Intervensi (Perusahaan) untuk menanggung renteng biaya perkara, namun tidak mengabulkan permohonan Penggugat mengenai uang paksa (dwangsom) yang harus dibebankan pada Para Tergugat dan Tergugat Intervensi apabila tidak mematuhi putusan.