Nama saya Nicko A. Suhuniap, umur 24 tahun. Saya berasal dari Yahukimo, Papua. Saya pindah ke Bandung untuk berkuliah sejak tahun 2011, dan setahun belakangan ini saya pindah ke Bogor. Saya sudah sejak lama memperingati 1 Desember bersama kawan-kawan tiap tahunnya. Saya tidak pernah ingin berbuat kasar. Saya mahasiswa. Sebelum aksi juga saya dan kawan-kawan sudah menyepakati bahwa kami akan aksi damai. Tapi kenapa polisi selalu mencari masalah dan brutal terhadap saya, terhadap orang Papua? Apakah kami ini setengah binatang atau bagaimana bagi kepolisian?
Pada tanggal 1 Desember kemarin, kami mahasiswa dari Papua yang berkumpul di Jakarta ingin menyuarakan suara hati kami kepada Pak Presiden Jokowi atas banyaknya penderitaan dan ketidakadilan yang dialami oleh orang Papua. Kami tidak menyangka bahwa polisi di Jakarta akan melakukan penghadangan dan represi terhadap saya dan kawan-kawan saya. Namun bukannya mendapat suatu jawaban atas terjadinyan ketidakadilan yang dialami oleh orang Papua, tapi kami malah mendapatkan tindakan brutal dan penangkapan, dimana Polda Metro Jaya yang dipimpin oleh Bapak Tito Karnavian memerintahkan kepolisian untukmembubarkan aksi kami dengan alasan administrasi tanpa memperhatikan apa yang kami suarakan.
Ironisnya, polisi juga melakukan pengrusakan dan perampasan terhadap noken yang dianyam mama-mama Papua. Tidakkah polisi tahu bahwa noken yang sudah ditetapkan sebagai warisan dunia itu adalah identitas kami orang Papua? Tindakan brutal kemudian dilakukan oleh kepolisian kepada kami dengan menembakkan gas air mata. Tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang keras yang mengenai kepala saya. Saya tidak tahu pasti karena langsung jatuh setengah pingsan, tapi mungkin itu adalah peluru gas air mata. Ketika sedang setengah tidak sadar karena kepala saya terkena benturan keras dan berada di tengah-tengah gas air mata, tiba-tiba saya merasa diri saya
diseret. Saya diseret oleh beberapa polisi dalam keadaan setengah pingsan, kemudian badan saya diinjak-injak oleh polisi-polisi. Tidak lama saya juga diinjak-injak oleh tentara. Saya merasakan darah mengalir di kepala dan badan saya.
Setelah itu saya dibawa ke klinik di Polda supaya kepala saya dijahit. Lalu saya diarahkan ke lapangan untuk dikumpulkan bersama kawan-kawan lain yang sudah ditangkap. Namun darah masih terus di kepala saya. Maka saya dibawa oleh kawan saya ke RS PGI Cikini untuk dipasang oksigen. Karena biayanya terlalu mahal, maka saya tidak jadi pasang oksigen dan kembali beristirahat di asrama. Namun saya harus dibawa lagi ke RS. Di RS Pasar Rebo, dilakukan CT scan terhadap kepala saya. Di sana saya diberitahu bahwa jahitannya tidak rapi makanya darah masih terus mengalir. Tetapi lagi-lagi saya tidak bisa dirawat dengan alasan kamar penuh. Keesokan paginya, saya dibawa ke RS UKI. Di sana saya diberitahu bahwa luka saya terlalu serius dan mereka tidak memiliki alatnya. Maka saya dibawa ke RS Pusat Otak Nasional (PON). Menurut dokter, tengkorak saya patah. Ada pendarahan di bawah kulit kepala dan di bawah tengkorak saya. Saya perlu dioperasi, makin cepat makin bagus kata dokter. Kalau pendarahannya bertambah banyak, saya bisa tidak sadarkan diri tiba-tiba dan bisa meninggal.
Meskipun keadaan saya saat ini hanya bisa tiduran di RS, namun saya memikirkan 2 kawan saya yang masih ditahan di Polda. Saya hanya sering tiduran karena sungguh lemas. Saya hanya bisa bicara pelan dan sulit makan karena rahang saya sulit digerakkan. Tulisan ini ditulis atas bantuan kawan saya. Kawan-kawan, kalau di Jakarta saja orang Papua diperlakukan seperti ini, sudah bisa dibayangkan kah bagaimana perlakuan terhadap orang Papua selama ini di Papua? Kematian dan kekerasan menjadi hal yang sehari-hari kami dapat di Papua. Yang dibutuhkan oleh orang Papua adalah keadilan, tapi yang dikirim oleh pemerintah Indonesia malah tentara, polisi dan senjata
untuk membunuh kami di Papua.
Terima kasih kepada kawan-kawan semua yang memberikan dukungan kepada kami. Terus bersolidaritas untuk keadilan dan kesejahteraan. Mungkin ketika kawan-kawan baca ini, saya sedang menjalani operasi. Saya berharap ketika sadar nanti, kondisi saya membaik dan bisa kembali berjuang bersama kawan-kawan sekalian.
Wa wa… wa wa… wa wa… waa…
Jakarta, 3 Desember 2015
Teriring salam dari saya,
Nicko A. Suhuniap
Anggota Aliansi Mahasiswa Papua