LBH Jakarta yang tergabung dalam Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) bersama dengan ITUC (International Trade Union Confederation) dan IDWF (International Domestic Workers Federation) melakukan konferensi pers Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sabtu, 4 Juni 2016 di Hotel Ibis, Jakarta Pusat. Konferensi pers ini dilakukan guna memberitahu publik bahwa masih banyak kasus PHK sepihak yang dilakukan oleh majikan ekspatriat, dan belum terlindunginya hak-hak Pekerja Rumah Tangga dikarenakan belum ada payung hukum yang mengatur di Indonesia.
Dalam konferensi pers tersebut, Kordinator JALA PRT, LIta Anggraini menyampaikan bahwa terdapat 37 kasus pengaduan PRT yang di-PHK sepihak oleh majikan ekspatriat menjelang lebaran ini. Adapun Majikan ekspatriat tersebut berasal dari beberapa negara yakni diantaranya Korea Selatan, Jepang, dan Negara timur tengah. Hal ini disebabkan karena belum adanya perlindungan bagi pekerja rumah tangga Indonesia yang bekerja dengan majikan ekspatriat.
Santi salah seorang anggota Sekolah Pendidikan PRT Sapulidi, menambahkan bahwa beberapa rekannya di PHK karena berbagai alasan. Salah satu alasan yang paling kuat adalah, para majikan ekspatriat tersebut diduga menghindari pembayaran THR, ataupun karena para majikan yang hendak pergi ke luar negeri dan sebagainya.
“Selain mengalami PHK, rekan-rekan saya juga mengalami perlakuan yang diskriminatif oleh majikan ekspatriat seperti dilarang untuk satu lift yang sama dengan majikan dan dilarang duduk di taman,” kata Santi.
Marike, salah seorang angota ITUC yang bermarkas di Brussel menyampaikan dalam konferensi pers, bahwa Pekerja Rumah Tangga memiliki hak yang sama dengan layaknya pekerja dan harus diperlakukan secara adil dan manusiawi.
Indonesia pun hingga hari ini belum meratifikasi Konvensi ILO No 189 tentang pekerjaan yang layak bagi Pekerja Rumah Tangga. Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT yang sudah sempat masuk dalam prolegnas hingga saat kini belum disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR RI.
“Hambatan paling besar yang menghalangi UU tersebut untuk disahkan adalah kepentingan politis dan budaya masyarakat Indonesia yang masih belum mengakui bahwa PRT ialah Pekerja Rumah Tangga,” jelas Oky Wiratama Siagian selaku moderator pada konferensi pers ini dari LBH Jakarta seraya menutup konferensi pers. (Oky)