Kami, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana (KuHAP), mendesak Pemerintah dan DPR untuk menghentikan pembahasan Rancangan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) pada periode DPR ini (2009-2014) sekaligus mendorong agar pembahasan dilakukan pada periode DPR mendatang (2014-2019).
Perlu ditegaskan, sikap kami pada awalnya adalah mendorong pemb ahasan Rancangan KUHAP dilakukan pada DPR periode ini. Sikap tersebut, pada tataran proses, dilandasi atas dua prasyarat yaitu (i) ketersediaan waktu yang cukup dan (ii) metode pembahasan yang efektif serta partisipatif. Namun, melihat perkembangan pembahasan di DPR, kedua prasyarat tersebut berpotensi tidak akan terpenuhi terutama apabila Rancangan KUHAP dipaksakan dibahas pada DPR periode ini. Berikut adalah paparan argumentasinya.
1. Masa kerja DPR periode 2009-2014 yang tersisa sangat singkat
Masa kerja DPR periode 2009-2014 hanya tersisa sekitar 145 hari kerja. Rinciannya adalah Masa Sidang III 15 Januari-6 Maret 2014 (32 hari kerja) dengan kondisi pelaksanaan kampanye dan persiapan pemilu legislatif, Masa Sidang IV 12 Maret-10 Juli 2014 (81 hari kerja) dengan kondisi persiapan, pelaksanaan, dan pasca pemilu legislatif serta persiapan dan pelaksanaan pemilu presiden, dan Masa Sidang I 16 Agustus-30 September 2014 (32 hari kerja) dengan kondisi pengumuman dan pengukuhan anggota DPR periode 2014-2019.
Waktu yang tersedia sangat singkat. Sementara di sisi lain, secara kuantitas jumlah pasal dan daftar isian masalah yang dibahas cukup banyak (1.169 daftar isian masalah). Secara kualitas, materi yang dibahas juga cukup kompleks, melibatkan banyak pemangku kepentingan, dan berdampak luas pada struktur hukum serta hak asasi manusia. Substansi KUHAP sangat penting dan fundamental bagi jalannya proses peradilan pidana. Apabila dipaksakan dalam kondisi dan waktu yang tidak mendukung, maka tentu akan berpengaruh pada kualitas substansi yang dihasilkan.
2. Konstelasi pemilu 2014 dan transisi masa jabatan DPR menyita waktu dan perhatian DPR
Pelaksanaan masa kampanye legislatif sudah berlangsung mulai 11 Januari hingga 5 April 2014. Hal ini tidak dapat dipungkiri akan menyita cukup banyak waktu dan fokus anggota DPR untuk turun ke daerah pemilihan masing-masing. Setelah masa kampanye dan pemilihan legislatif selesai, DPR akan kembali disibukkan dengan agenda pemilihan presiden dan pergantian periode jabatan DPR. Dengan mempertimbangkan kondisi politik yang berkembang, waktu pembahasan yang singkat, dan fokus untuk melakukan pembahasan yang terpecah, maka substansi yang dihasilkan nantinya cukup rentan menuai permasalahan.
3. Belum adanya kesepakatan yang signifikan antara Pemerintah dengan DPR
Pembahasan yang dilakukan selama ini bukan berarti sia-sia karena memang belum ada kesepakatan signifikan yang diambil oleh Pemerintah dan DPR. Dari pemantauan Komite terhadap 2 (dua) kali rapat kerja antara Pemerintah dengan DPR, tanggal 27 November dan 5 Desember 2013, pembahasan masih berkutat pada penghapusan penyelidikan dalam Rancangan KUHAP. Terkait hal tersebut serta topik-topik lainnya, belum ada kesepakatan yang diambil. Padahal pembahasan dapat dilakukan secara efektif karena Rancangan KUHAP sudah diserahkan Pemerintah kepada DPR pada 28 November 2012, lebih dari satu tahun lalu. Oleh karena itu, tidak ada alasan yang cukup logis untuk melanjutkan pembahasan pada DPR periode ini.
4. Partisipasi dan pelibatan masyarakat tidak optimal dalam pembahasan
Pembahasan suatu undang-undang, terutama apabila undang-undang tersebut cukup fundamental dan berdampak luas, sepatutnya membuka ruang pelibatan masyarakat secara aktif. Komite, dalam proses pembahasan memang pernah diundang pada Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi III (22 Mei 2013) atau beberapa kali berdiskusi dengan fraksi-fraksi di DPR, yang dilakukan atas inisiatif Komite. Namun, dalam perkembangannya, partisipasi dalam bentuk akses terhadap proses maupun dokumen cukup sulit untuk dilaksanakan. Perlu diperhatikan, Pasal 96 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan, harus diberikan akses yang mudah terhadap masyarakat. Salah satu contoh, ihwal kemudahan ini tidak ditemui Komite ketika meminta daftar isian masalah yang sudah disusun oleh DPR dengan alasan rahasia negara.
Berdasarkan fakta dan argumentasi diatas, maka sikap KuHAP terhadap pembahasan Rancangan KUHAP adalah:
- Mendesak Pemerintah dan DPR (dalam hal ini Panja Rancangan KUHAP) untuk menghentikan pembahasan Rancangan KUHAP hingga periode DPR 2009-2014 berakhir.
- Mendorong Pemerintah dan DPR untuk memasukkan Rancangan KUHAP masuk ke dalam Program Legislasi Nasional, baik 5 (lima) tahunan (2014-2019) maupun prioritas 1 (satu) tahunan.
- Mendorong Pemerintah dan DPR untuk merumuskan metode pembahasan Rancangan KUHAP yang efektif pada periode DPR berikutnya (2014-2019).
- Mendesak Pemerintah dan DPR memberikan jaminan pelibatan dan partisipasi masyarakat secara optimal, baik akses terhadap proses maupun akses terhadap dokumen.
Jakarta, 23 Januari 2014
Komite untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana (KuHAP)
(Arus Pelangi, CDS, Elsam, HRWG, HuMA, ICJR, ILR, ILRC, Imparsial, LBH APIK, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, LeIP, Mappi UI, PBHI, PSHK)