Siaran Pers LBH Jakarta
Rilis Media : 172/RILIS-LBH/III/2021
Bertepatan dengan hari konsumen internasional, LBH Jakarta bersama Para Korban Pinjaman Online mengajukan Notifikasi kepada Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Presiden Republik Indonesia, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Setelah lebih dari 2 tahun upaya mendorong kebijakan yang memberikan perlindungan hukum dan hak asasi manusia tak menemui titik terang, litigasi strategis melalui gugatan warga negara atau Citizen Law Suit nampaknya harus di tempuh agar tak semakin banyak korban berjatuhan. Keempat lembaga negara tesebut telah melakukan perbuatan melawan hukum atas kelalaian, pembiaran, dan tidak melaksanakan amanat yang diperintahkan berbagai peraturan perundangan untuk melindungi warga negaranya. Kelalaian tersebut dibuktikan dengan keengganan negara untuk membuat regulasi yang memadai dan memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat terkait permasalahan peer-to-peer lending atau pinjaman online di Indonesia.
Ketiadaan aturan yang mampu memberikan perlindungan hukum dan hak asasi manusia yang memadai dan memenuhi kebutuhan hukum bagi konsumen, berdampak pada praktik penyelenggaraan bisnis pinjaman online atau peer-to-peer lending di Indonesia menimbulkan berbagai pelangggaran hukum dan hak asasi manusia bagi masyarakat. Terdapat berbagai permasalahan pinjaman online dialami oleh masyarakat konsumen aplikasi pinjaman online, antara lain: Tidak adanya kedudukan yang setara dalam pembuatan perjanjian pinjam meminjam; Pengambilan dan pengumpulan data pribadi tanpa pembatasan; Biaya administrasi yang sangat tinggi, mencapai 30% dari nilai pinjaman yang diajukan; Bunga yang sangat tinggi dan tanpa batasan, mencapai 4% per hari; Penagihan yang dilakukan dengan berbagai tindak pidana, seperti pengancaman, penipuan, penyebaran data pribadi bahkan pelecehan seksual; Tidak ada proses penyelesaian masalah dan penjatuhan sanksi yang layak jika konsumen mengadukan permasalahan yang dihadapi kepada lembaga negara terkait; Tidak ada penjatuhan sanksi yang layak jika penyelenggara aplikasi pinjaman online melakukan pelanggaran; Tidak ada mekanisme pendaftaran aplikasi pinjaman online sebelum dapat diakses oleh masyarakat, namun penyelenggara juga berdalih tidak memiliki tanggung jawab terhadap aplikasi yang tidak terdaftar; Tidak ada mekanisme uji kelayakan pinjaman sebelum menyepakati perjanjian pinjam meminjam bagi para pihak.
Penderitaan ini diikuti juga dengan pelanggaran hak atas privasi dan hak atas rasa aman bagi korban. Akibat dari berbagai pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang terjadi pada penyelenggaraan aplikasi pinjaman online adalah banyaknya konsumen aplikasi pinjaman online yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dipaksa mengundurkan diri karena penagihan yang dilakukan kepada rekan kerja atau atasan, bercerai karena penagihan dilakukan kepada pasangan atau keluarga ipar, trauma, bahkan memutuskan untuk bunuh diri karena tidak sanggup menanggung beban psikologis karena penagihan dari pinjaman online yang dialami. Aturan yang ada saat ini tidak menjawab kebutuhan masyarakat sehingga mampu memberikan perlindungan hukum dan hak asasi manusia yang layak bagi konsumen pengguna aplikasi pinjaman online.
Oleh karenanya, LBH Jakarta bersama dengan perwakilan korban pinjaman online di Indonesia mendesak Presiden Republik Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia untuk membuat menjawab kebutuhan perlindungan hukum dan hak asasi manusia bagi masyarakat konsumen aplikasi peer-to-peer lending atau pinjaman online, serta melakukan pengawasan terhadap pembuatan dan pelaksanaan aturan terkait.