Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan gugatan nelayan yang menolak reklamasi di Teluk Jakarta (16/03). Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN menilai proyek reklamasi tidak ditujukan untuk kepentingan umum, reklamasi akan menyebabkan kerugian yang besar karena rusaknya ekosistem dan proyek reklamasi Teluk Jakarta dinilai cacat prosedur. Gugatan Pulau F,I dan K diajukan ke PTUN Jakarta oleh para penggugat yang terdiri dari nelayan dan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ).
Gugatan Pulau F, I dan K mencecar kerusakan lingkungan dan masalah perijinan reklamasi yang diduga tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Proyek reklamasi juga disebut oleh nelayan dan KSTJ bukan merupakan wewenang Gubernur DKI Jakarta dalam menerbitkan izin reklamasi yang menjadi objek sengketa tersebut. Nelayan dan KSTJ setidaknya mempermasalahkan beberapa hal yang menjadi tuntutan dalam pokok perkara diantaranya terkait dilanggarnya UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil.
Izin reklamasi yang menjadi objek sengketa juga tidak berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi yang seharusnya menjadi dasar hukum. Di sisi lain yang masih menjadi tuntutan para penggugat adalah izin reklmasi Pulau F,I dan K tidak memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan AMDAL, serta tidak mencantumkan lokasi sumber material reklamasi. Semua hal tersebut diatur dan disyaratkan dalam penerbitan izin lingkungan yang harus menjadi acuan penerbitan izin reklamasi dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.
Putusan pertama yang dibacakan adalah untuk pulau K, setelah melalui proses persidangan yang panjang, hakim dalam pertimbangannya menyampaikan bahwa izin reklamasi bertentangan dengan UU No. 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan aturan-aturan di atasnya. Penerbitan obyek sengketa izin Pulau K juga dinilai oleh hakim cacat formil.
“Hakim menilai dalam Pulau F, I, dan K tidak mencantumkan aturan yang lengkap dalam menerbitkan izin karena tidak ada partisipasi masyarakat dalam penyusunan AMDAL,” terang Nelson Nikodemus Simamora salah satu kuasa hukum penggugat dari LBH Jakarta.
Berdasarkan pertimbangan tersebut hakim mengabulkan gugatan penggugat secara keseluruhan untuk Pulau K, dengan demikian maka izin reklamasi Pulau K dinyatakan batal dan harus dicabut oleh tergugat. Dengan pertimbangan dan teori kasus yang sama, Majelis Hakim selanjutnya mengabulkan secara keseluruhan gugatan para penggugat untuk pulau F, I, dan K.
Putusan ini juga berarti bahwa seluruh perusahaan pengembang properti yang mendapatkan izin reklamasi dari Gubernur DKI Jakarta harus menghentikan segala aktivitasnya dalam proyek reklamasi,” tambah Nelson.
Sebelumnya, nelayan juga sudah menang dalam gugatan yang sama terhadap reklamasi di Pulau G. Namun PTTUN Jakarta mengabulkan banding Gubernur DKI Jakarta sebagai tergugat sehingga perkara Pulau G sedang dalam proses pemeriksaan di Mahkamah Agung. Sebelumnya LBH Jakarta sebagai kuasa hukum para penggugat telah mengajukan kasasi atas putusan PTTUN Jakarta tersebut. (Bonny)