Rabu, 08 Febuari 2017 Pukul 14.00 WIB tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sudah berada di Pengadilan Negeri Jakarta Barat untuk sidang Pembelaan terhadap Agus Hertanto. Agenda sidang adalah pemeriksaan Saksi (a charge) dari JPU.
Sekitar pukul 3 sore, mundur 1 jam dari kesepakatan sebelumnya, sidang akhirnya dibuka oleh Hakim Ketua Majelis Sarjiman, SH.,M.Hum. Untuk mendokumentasikan keterangan saksi, tim LBH Jakarta mempersiapkan kamera video untuk merekam proses persidangan. Saat melihat kamera, Ketua Majelis Hakim Sarjiman, SH.,M.Hum langsung bereaksi dengan melarang penggunaan video untuk merekam proses persidangan bahkan memerintahkan petugas keamanan—yang baru kali ini hadir di ruang sidang–untuk mengusir keluar salah satu tim LBH Jakarta yang bertugas mendokumentasikan persidangan.
Arif Maulana, salah satu kuasa hukum Agus, menyatakan keberatannya terhadap larangan Hakim Ketua dan meminta dasar hukum atas larangan tersebut. Bukannya memberikan argumentasi hukum, Hakim Sarjiman malahan menyatakan tidak ingin berdebat dan menyatakan kewenangannya mengatur jalannya persidangan. Pengacara LBH Jakarta tersebut menyampaikan protes dan keberatan karena larangan tersebut justru melanggar prinsip keterbukaan dan menghalangi upaya pembelaan terdakwa Agus. Hakim Ketua terlihat tidak memperdulikan keberatan LBH Jakarta dan langsung menetapkan skorsing. Hakim melalui Jaksa Penuntut Umum menyatakan tidak akan memulai persidangan hingga Tim Pengacara LBH menghentikan pengambilan dokumentasi video persidangan.
Atas tindakan majelis hakim tersebut, Kepala Bidang Fair Trial LBH Jakarta, Arif Maulana menyatakan, “Tidak ada dasar hukum larangan pengambilan gambar di dalam persidangan untuk kepentingan pembelaan klien. Bahkan perekaman sejalan dengan semangat Mahkamah Agung (MA) mewujudkan pengadilan yang transparan dan akuntabel. MA pernah menerbitkan SEMA No.04 Tahun 2012 tentang Perekaman Proses Persidangan. Apalagi sesuai Pasal 64 KUHAP persidangan ini terbuka untuk umum, semestinya Hakim Ketua tidak melarang siapa pun melihat atau bahkan merekam proses persidangan. Larangan ini justru menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan.” Sementara itu, Hakim Ketua dalam persidangan yang kemudian digelar berdalih bahwa perekaman menganggu ketertiban proses persidangan.
Tidak hanya itu, LBH Jakarta lebih lanjut menganggap Majelis Hakim juga mengesampingkan hak saksi untuk bertanya pada saksi dan memberikan pendapat atas keterangannya. “Ini kan jelas melanggar. Pasal 164 ayat (1) KUHAP mengharuskan hakim menanyakan pendapat Terdakwa atas keterangan saksi. Nyatanya Majelis malahan langsung menutup sidang dan tidak memberikan kesempatan ketika kami sudah mengangkat tangan untuk interupsi,” jelas Bunga Siagian, kuasa hukum Agus. LBH Jakarta pun berharap Majelis Hakim dapat bertindak lebih bijaksana agar peradilan dapat berjalan imparsial, adil dan tidak memihak.
Sebelumnya Agus Hertanto (32 tahun), didakwa Pasal 365 KUHP yaitu melakukan pencurian dengan kekerasan pada 26 September 2016 silam. Agus diduga menjadi korban salah tangkap yang dilakukan Polsek Kebon Jeruk Jakarta Barat tanpa alat bukti yang cukup dan cacat prosedur dalam proses penyidikannya. Dengan bermodalkan kesaksian seorang pelaku anak di bawah umur, Agus diringkus di rumahnya seminggu setelahnya, tanggal 3 Oktober 2016.