Jakarta, bantuanhukum.or.id—“Tak perlu jauh-jauh untuk memahami cakupan HAM, dengan mengenal diri dan hak dasar kita sebetulnya telah mengetahui apa itu HAM”, tegas Febi Yonesta yang akrab dipanggil Mayong ketika menjadi fasilitator saat membuka lanjutan pelatihan Kalabahu Buruh Sabtu, 30 Agustus 2015.
Pada hari ini Kalabahu Buruh mengangkat tema “Pengantar HAM”, dengan maksud untuk mengenalkan dan menajamkan pemahaman buruh tentang prinsip-prinsip HAM dan tanggung jawab negara, cakupan HAM terkait hak-hak Sipil dan Politik (Hak Sipol) dan Hak Ekosob (Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), serta dapat mengaitkan antara nilai-nilai dasar HAM dan hak-hak dasar buruh dalam strategi advokasi.
Mayong diawal pelatihan langsung meminta kepada para peserta untuk mengambarkan segala hal yang teringat ketika mendengarkan kata HAM. Berbagai bentuk gambar pun bermunculan menggambarkan sebuah adagium, ideologi, hingga sebuah peristiwa pelanggaran HAM. Sebagai contoh, salah satu peserta telah menggambarkan sebuah timbangan berat sebelah, dimana penyebab beratnya adalah uang dan kekuasaan. Ada juga yang menggambarkan rumah mewah dan kontrakan dengan seisinya, serta alat transportasi mewah dan sederhana. Dengan sekilas terlihat bagaimana pemenuhan hak asasi manusia yang timpang masih jelas dirasakan di bumi pertiwi ini, di mana keadilan selalu menjadi milik si kriminal yang kaya, dan kehidupan yang layak hanya bagi mereka yang berduit.
“Sifat dan keberadaan HAM itu universal, melekat dengan kita di manapun itu, kapan pun itu, karena kita adalah manusia. Dia tidak diberi, tidak diturunkan oleh aturan, namun dia ada sejak manusia itu hadir di dunia ini”, tambah Mayong. Mantan Direktur LBH Jakarta periode 2012-2015 ini lebih lanjut menjelaskan bahwa banyak dari kita yang sengaja menjadikan HAM sebagai komoditi politis dan budaya, dengan dalil-dalil bahwa HAM itu produk barat, tidak sesuai dengan budaya timur, membenturkan HAM dengan relativisme budaya, di mana sesungguhnya nilai-nilai HAM itu telah ada tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 jauh sebelum Deklarasi Hak Asasi Manusia (Duham) itu disusun pada tahun 1948.
Founding Father kita telah jauh-jauh hari memikirkan dan mengakui pentingnya pemenuhan HAM itu diwujudkan. Terlepas dengan beberapa cakupan HAM yang hingga saat ini masih kontroversi dan diperdebatkan seperti hak kebebasan beragama dan hak kebebasan berekspresi. “Dengan demikian, tidak boleh mengeneralisir bahwa seluruh nilai-nilai HAM itu tidak sesuai dengan budaya timur, hanya karena satu atau dua unsur HAM yang masih kontroversi, yang demikian itu tidak boleh menggugurkan keberadaan HAM lainnya”, tegas Mayong.
Selanjutnya, Mayong menjelaskan bahwa HAM tidak akan ada artinya tanpa peran serta dan tanggung jawab penuh dari pemerintah Negara tersebut. Bahwa negara sebagai subjek utama dalam pemenuhan HAM. “State atau negara memiliki tanggung jawab dalam menjalankan nilai-nilai dan cakupan HAM, dimana negara memiliki tanggung jawab untuk menghormati (respect), melindungi (protect), memenuhi (fulfill), dan yang terakhir adalah memfasilitasi seluruh alat dan perangkat yang dibutuhkan untuk menjalankan tanggung jawab tersebut”, tegasnya.
Di akhir sesi, Mayong membakar api semangat para peserta untuk selalu mendalami dan mengaktualisasikan nilai-nilai HAM dalam keseharian mereka baik ketika di kantor maupun di rumah. Untuk menggunakan nilai-nilai dan cakupan HAM dalam strategi advokasi terkait kasus-kasus perburuhan yang dialami, tutup Mayong. (Azhar)