Indonesia telah meratifikasi telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia UU No. 5 Tahun 1998. Negara para pihak diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah legislative, administrative, dan judicial yang efektif untuk mencegah tindakan-tindakan penyiksaan.
Di Indonesia, penyiksaan menjadi pola yang dianggap wajar dalam penanganan tindak pidana, khususnya tindak pidana konvesional/warungan. Istilah “pukul dulu baru bicara” diduga masih menjadi slogan sebagian aparat penegak hukum dalam mendapatkan informasi dari tahanan, khususnya di tingkat kepolisian. Tim Advokasi Anti Penyiksaan LBH Jakarta mencatat,81,1% dari 639 responden di Jakarta mengaku mengalami penyiksaan ketika diperiksa polisi. Dan jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya.
Metode pemeriksaan dengan penyiksaan oleh penyidik sebagai salah satu system peradilan pidana, akan mempengaruhi hasil kerja sub system yang lainnya, yaitu Jaksa, Hakim dan Lembaga Permasyarakatan mengingat sifat keterkaitan dan keterikatan diantara subsistem-subsistem tersebut. Pelanggaran ini akan berakibat pada pengambilan keputusan oleh hakim berdasarkan keterangan yang salah. Misalkan hal ini terjadi dalam kasus Imam Hambali alias Kemat dan Devid Eko Priyanto, dan yang terbaru kasus Ruben Pata Sambo, yang dipaksa mengakui pembunuhan di kepolisian, yang terbawa sampai ia divonis bersalah untuk tindakan yang tidak dilakukannya
Aturan untuk Bebas dari Penyiksaan dalam KUHAP
Pasal 52 KUHAP menyatakan : “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim” Dan Pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa “keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun”.
Pasal 52 dan 117 KUHAP dapat dikaitkan dengan prinsip universal tentang non self incrimination dari tersangka/terdakwa (hak untuk tidak mempersalahkan dirinya sendiri), sebagaimana tercermin secara tak langsung dan implicit sifatnya pada Pasal 66 KUHAP (tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian) dan Pasal 189 ayat (3) KUHAP yaitu keterangan terdakwa hanya dapat dipergunakan bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini, keterangan tersangka atau terdakwa harus bersumber pada freewill kehendak bebas) sehingga hakim maupun penyidik tidak diperbolehkan untuk mencari keterangan yang tidak diberikan secara bebas. Tidak dipenuhi persyaratan ini menimbulkan persoalan pembuktian yang diperoleh secara tidak sah.
Meskipun KUHAP memiliki inovasi dalam persfektif HAM, namun tidak terdapat akibat hukum. Pasal 15 UU No. 5 Tahun 1998 yang mengatur bahwa “Segala pernyataan yang diperoleh sebagai akibat kekerasan, penyiksaan tidak boleh diajukan sebagai bukti”. Ketentuan ini, tidak diatur dalam KUHAP. Namun penggunaan pasal 15 ini pernah dijadikan tolak ukur dalam memutus perkara Kasus Marsinah (Putusan MA No.Reg.117/Pid/1994 atas nama Ny.Mutiari, SH).
Bentuk-Bentuk Penyiksaan
FISIK |
NON FISIK |
SEKSUAL |
Pemukulan terus menerus, acak dan keras,,Pencabutan kukuPenjepitan jari, Berdiri dalam waktu lama, Setrum, Kepala diikat dan dibungkus plastic,Pemborgolan terus menerus, Ditendang, Mata dilakban,Dibakar/disundut rokok,
Bagian tubuh ditempelkan pada bagian knalpot motor yang sangat panas,Penginjakan pada bagian lutut dengan sepatu, Letupan pistol dilekatkan pada telinga,Diperintahkan untuk saling memukul,Penembakan, Penusukan dll
|
Diancam,Dipaksa mengakuDipermalukan,Tidak diberi makan,
Tidak diberi obat/akses kesehatan, Dibentak , Ditodong pistol |
Ditelanjangi dalam cuaca yang sangat dingin,Disetrum alat kelamin,Diperkosa,Dipaksa berciuman,
Dipaksa bermartubasi |
Sumber : LBH Jakarta, 2008
Faktor-Faktor terjadinya Penyiksaan
- Tidak Adanya Mekanisme dan Lembaga Pencegahan, dan Penindakan Penyiksaan
- Tidak adanya ketentuan Illegally Secured Evidence
- Tidak adanya batas waktu pemeriksaan
- Lamanya Masa Penahanan
- Alasan Subyektif dan Obyektif Penahanan
- Tidak efektifnya Lembaga Pra-Peradilan
- Tidak Aktifnya Jaksa dan Hakim ketika menemukan indikasi penyiksaan
Rekomendasi Perubahan dalam RUU KUHAP
- Perumusan Illegally Secured Evidence
- Mengurangi Masa Penahanan
- Sanksi tegas terhadap pelaku penyiksaan
- Peran Aktif Hakim dan Jaksa Penuntut Umum