Penyandang Disabilitas Somasi Maskapai Garuda Indonesia
Garuda kembali melakukan diskriminasi kepada penyandang disabilitas, kali ini Dani Suntoro seorang penyandang disabilitas (tuna daksa) dari Surabaya yang mendapatkan perlakuan diskriminatif. Dani yang berangkat pada 23 Maret 2014 dengan rute Surabaya-Jakarta (No tiket 1262458042905, Garuda Indonesia GA-313) diharuskan oleh petugas Garuda untuk menandatangani Surat Pernyataan Pembebasan yang menganggap bahwa Dani memiliki penyakit karena menggunakan kursi roda. Dalam surat, Garuda menyatakan terbebas dari tanggungjawab apabila penyakit bertambah parah.
Kejadian seperti ini sering terjadi dimana penyandang disabilitas dipaksa untuk menandatangani Surat Pernyataan. Pada tahun 2013 juga terdapat kasus serupa, Sdri. Cucu Saidah diminta untuk menandatangani Surat Pernyataan karena merupakan penyandang disabilitas (menggunakan kursi roda). Garuda Indonesia kemudian meminta maaf dan berjanji menghapus pemberlakuan Surat Pernyataan bagi penumpang penyandang disabilitas, memperbaiki SOP (Manual Service), meningkatkan kualitas layanan yang setara bagi penyandang disabilitas melalui edukasi, menambah sarana ambulift dan wheelchair accessible van saat dari atau ke pesawat, dan memperbaiki layanan dan akses bagi penyandang disabilitas (termasuk info petunjuk, loket, dan petunjuk darurat, dari bandara sampai dalam pesawat dan tiba di bandara tujuan). Namun ternyata janji tersebut tidak ditepati dengan adanya surat sejenis, yaitu Surat Pernyataan Pembebasan.
Dani mengatakan “ketentuan menandatangani Surat Pernyataan Pembebasan merupakan tindakan diskriminatif. Kita sudah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dengan UU No. 19 Tahun 2011, tapi masih terjadi tindakan seperti ini”. Alghiffari Aqsa, Pengacara Publik LBH Jakarta, menyatakan “ketentuan tersebut diskriminatif dan melanggar hak konstitusional penyandang disabilitas. Pasal 28 I ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan setiap orang bebas dari perlakuan diskriminatif. Pasal 28 H ayat (2) setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk mencapai persamaan dan keadilan”. Cucu Saidah mengaku terkejut dengan adanya surat tersebut karena tahun lalu Garuda sudah berkomitmen menghapus surat pernyataan bagi penyandang disabilitas dan segera memperbaiki SOP pelayanan mereka.
Karena tindakan Garuda Indonesia yang mendiskriminasi penyandang disabilitas tersebut, maka korban diskriminasi, penyandang disabilitas, aktivis penyandang disabilitas, serta pengacara publik LBH Jakarta melayangkan somasi kepada Garuda Indonesia yang berisikan tuntutan sebagai berikut:
- Menghapus Surat Pernyataan Pembebasan paling lambat 7 hari semenjak somasi/teguran ini dilayangkan.
- Mensosialisasikan penghapusan Surat Pernyataan Pembebasan melalui media cetak dan elektronik Nasional dan Internasional.
- Mensosialisasikan penghapusan Surat Pernyataan Pembebasan kepada seluruh staff di Indonesia.
- Mengeluarkan SOP pelayanan khusus kepada penumpang penyandang disabilitas.
- Melakukan pendidikan pelayanan khusus bagi penyandang disabilitas bagi seluruh staff pelayanan di Indonesia.
- Menyediakan fasilitas khusus untuk kenyamanan penumpang penyandang disabilitas.
Selain melayangkan somasi dengan jangka waktu pelaksanaan 30 (tiga puluh) hari, penyandang disabilitas juga menyurati Menteri Perhubungan Republik Indonesia dan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Niaga Nasional untuk mencabut ketentuan menandatangani Surat Pernyataan bagi penumpang penyandang disabilitas. Menteri Perhubungan juga didesak untuk membuat peraturan yang memiliki sanksi tegas untuk melindungi penyandang disabilitas.
Demikian press release ini kami sampaikan. Terima kasih.
Kontak: Dani (081805701321) dan Alghiffari Aqsa (Pengacara Publik LBH Jakarta, 081280666410)