Kepolisian Republik Indonesia gagal mengungkap siapa pelaku dan siapa aktor intelektual dibalik peristiwa kekerasan terhadap Novel Baswedan. Lima puluh dua hari sudah peristiwa penyiraman air keras terjadi dan saat ini Novel Baswedan masih menjalani pengobatan kedua matanya di Singapura. Novel harus meninggalkan tugasnya untuk menyidik berbagai kasus korupsi, terutama kasus E-KTP yang melibatkan banyak elit politik di negeri ini.
Kasus ini penting untuk segera diungkap karena serangan kepada Novel bukanlah serangan kepada individu, melainkan serangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Novel yang dalam Cicak vs Buaya Jilid II dan III merupakan merupakan target kriminalisasi, saat ini merupakan representasi penyidik KPK di mata publik. Tidak hanya itu, Novel merupakan Ketua Wadah Pegawai KPK yang berjumlah lebih dari 1000 orang. Membiarkan kasus ini mengambang sama saja membiarkan KPK diserang ataupun dilemahkan.
Kepolisian beberapa kali mengumumkan hasil penyidikan kasus kekerasan terhadap Novel, namun tetap tidak ada titik terang dan perkembangan. Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK justru menemukan berbagai kejanggalan dalam penyidikan kasus ini, kejanggalan tersebut antara lain:
1. Tidak ditemukannya sidik jari
Kepolisian menemukan gelas atau cangkir yang digunakan untuk menyiram air keras. Namun, kepolisian menyatakan tidak menemukan sidik jari dari gelas atau cangkir tersebut. Di beberapa media, kepolisian menyatakan bahwa sidik jari yang tertinggal di gagang sangat kecil sehingga tidak cukup untuk identifikasi pelaku. Hal ini sangat janggal karena pelaku menyiram air keras ke arah mata Novel atau daerah yang sangat spesifik dan terarah. Tindakan tersebut pastinya memerlukan konsentrasi, tenaga, dan genggaman yang kuat sehingga sidik jari pasti tertinggal di cangkir atau gelas.
2. Kepolisian tidak mengeluarkan CCTV
Polisi lazimnya mengeluarkan CCTV yang terkait dengan tindak pidana sehingga mendapatkan informasi dari masyarakat. Berbeda dalam kasus kekerasan terhadap Novel Baswedan kepolisian tidak mengeluarkan CCTV yang berada di rumah Novel, sekitar komplek perumahan, dan juga jalan yang diduga dilalui oleh pelaku.
3. Tangkap dan lepas orang yang diduga pelaku
Kepolisian telah melakukan pemeriksaan dan/atau penangkapan AL, H, dan M yang diduga menjadi pengintai ataupun eksekutor penyerangan Novel. Namun kepolisian melepaskan tiga orang tersebut. Polisi berdalih bahwa dua orang merupakan orang yang sedang mengintai kendaraan bermotor atau kegiatan “mata elang”. Hal ini sangat janggal karena kegiatan mata elang umumnya tidak dilakukan berhari-hari di dalam komplek perumahan. Dan yang terpenting adalah terdapat saksi yang mengetahui bahwa dua orang tersebut telah lama mengintai rumah Novel dan bertanya-tanya mengenai kegiatan Novel.
Selain itu seorang saksi yang ditangkap diduga kuat adalah orang yang pada tanggal 5 April 2017 melihat-lihat dan kemudian mendatangi rumah Novel. Ia berpura-pura menanyakan apakah di rumah Novel menjual gamis laki-laki. Istri Novel memang menjual gamis, namun menjual secara online dan tidak menjual gamis untuk laki-laki.
4. Inkonsistensi keterangan Mabes Polri dan tim penyidik
Beberapa kali Mabes Polri, baik Kadiv Humas maupun Kapolri, mengeluarkan keterangan kepada media bahwa kepolisian telah mengetahui pelaku penyiram Novel dan juga telah melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga pelaku. Namun ternyata tidak ada perkembangan yang jelas. Keterangan tersebut bahkan direvisi oleh tim penyidik Polda Metro Jaya dan menyatakan orang yang ditangkap bukanlah pelaku.
Selain kejanggalan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK, sebenarnya menemukan berbagai kejanggalan lain. Namun koalisi tidak akan membukanya ke publik, melainkan menunggu Tim Investigasi Independen terbentuk dan menyerahkannya kepada Tim Investigasi Independen.
Melihat beberapa kejanggalan di atas, maka Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK mendesak:
1. Presiden untuk membentuk Tim Investigasi Independen kasus penyerangan terhadap Novel.
2. KPK melakukan pemeriksaan tindakan perintangan atau penghalang-halangan penanganan perkara korupsi (obstruction of justice) dalam penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Nara hubung:
– Yati Andriyani (KontraS, 081586664599)
– Alghiffari Aqsa (LBH Jakarta, 081280666410)
– Tama S Langkun (ICW, 08119937669)
– M. Isnur (YLBHI, 081510014395)
– MIko Ginting (PSHK, 087822626362)