Andro Supriyanto dan Benges, dua pengamen Cipulir akan mengugat Polisi secara materil dan imateril setelah pengadilan membebaskannya karena tidak terbukti melakukan pembunuhan terhadap Dicky Maulana di bawah jempatan Cipulir, akhir Juni 2013 lalu.
“Itu pasti, dan si korban juga sudah ok. Tapi masalahnya, kita belum terima putusan MA (Mahkamah Agung)-nya. Kalau belum ada putusan MA, kita belum bisa ajukan gugatan,” kata Johanes Gea, kuasa hukum Andro dan Benges dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (16/6).
Agar segera mendapatkan putusan Kasasi dari MA, lanjut advokat yang akrab disapa Joge ini, pihaknya telah beberapa kali melayangkan surat kepada MA untuk meminta berkas putusan kliennya.
“Kita sudah berkali-kali surati supaya surat itu turun, tapi meski sudah berkali-kali, tidak turun juga. Di website MA juga belum ada juga,” kata Joge.
Selain menyurati MA, lanjut Joge, ia juga telah menanyakannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Kita konformasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, katanya belum ada, kita bilang ke MA, katanya masih dalam proses pengetikan. Jadi lama kan. Kalau lama, kita belum bisa ajukan gugatan,” ungkapnya.
Joge menuturkan, kedua kliennya bebas dari hukuman 7 tahun penjara yang diketok majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta, setelah Pengadilan Tinggi menganulirnya. Tak terima vonis tersebut, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke MA.
“Kita cuman tahu menang di MA. Jadi jaksa kasasi, malah kita tahu dari info MA yang bilang kasasi jaksa ditolak. Artinya, menang kita, tetap bebas dia (Andro dan Benges). Tapi itu bukan putusan, hanya info perkara saja di website MA,” kata Joge.
Joge menegaskan, pihaknya akan menggugat polisi, khususnya Polda Metro Jaya karena sewenang-wenang dalam melakukan penyidikan dan memaksa 6 orang pengamen terdiri dari 2 dewasa dan 4 di bawah umur mengaku sebagai pelaku pembunuhan.
Untuk mendapatkan pengakuan, penyidik melakukan kekerasan secara fisik dan mental, di antaranya memukul dan menyetrum sejumlah pengamen agar mengaku sebagai pelaku.
Oki Oktavia, 20 tahun, pengamen yang bersama Andro Supriyanto, 18 tahun, menjadi saksi kunci mengaku melihat temannya yang berusia di bawah umur, berinisial F, kepalanya dibungkus plastik oleh anggota Polda Metro Jaya.”Ada F, dimasukkan ke plastik kepalanya, Andoro ditendang di Cipulir,” ungkap Oki, di kantor LBH Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2013 lalu.
Perempuan ini menuturkan, pada Minggu pagi (30/6), sekitar pukul 09.00 WIB, ia dan sejumlah teman pengamen lainnya, menemukan korban Dicky Maulana sudah dalam keadaan sekarat, di kolong jembatan Cipulir, Jakarta Selatan, setibanya dari Parung Panjang, Bogor.
“Saya sama Andro, Usep, Fatah ke Cipulir naik kereta. Sampe di sana (Cipulir) sudah ada korban penuh luka, ada bolong-bolong dadanya. Kemudian kasih air, tanya alamat rumahnya dia,” ucapnya.
Kemudian, Ferdi melaporkan kejadian itu ke polisi dan polisi pun tiba di tempat kejadian perkara. Polisi kemudian membuat data, lalu membawa korban. Selain membawa korban, polisi juga mebawa Andro, Ucok, Faud ke kantor polisi. “Katanya untuk jadi saksi. Malamnya saya ditangkap sama 5 orang teman saya lagi,” ungkap Oki.
Oki juga mengaku, melihat salah seorang pengamen bernama Fikri, kepalanya dimasukkan ke dalam plastik, dan Andoro ditendang saat di Cipulir. Sebelum ditendang, polisi menangkap Andro di Warnet. Saat penangkapan itu, Oki melihat polisi menganiaya Andro.
“Saat ditangkap di Warnet, Andro diinjak-injak kepalanya. Pokonya juga dikata-katain, kotor lah perkataannya, “Gw matiin, a****g, gitu lah,” tuturnya.
Setelah ditangkap, Andor diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya. Oki mengaku, saat pemeriksaan itu ia mendengar suara Andro yang kesakitan. “Di Polda saya dengar setruman, dan saya dengar teriakan Andro dan Benges. 2 orang disetrum saya dengar teriakan Andro karena saya hapal. Yang disetrum Andro dan Benges,” ungkapnya.
Menurutnya, saat itu ada 9 sampai 10 orang penyidik. Andro dan Benges disetrum berkali-kali agar mengaku sebagai pelaku. “Disetrum berkali-kali. Lama, setruman masih hidup, dia sudah tidak ada suaranya,”
Setelah ditangkap, penyidik Polda Metro Jaya membebaskan Oki dan 5 orang temannya yang berprofesi sebagai pengamen. “Dari 12 yang ditangkap, 6 dibalikkin, yakni Vera, Bogol, Dinda, Isep, Yuli, dan saya,” ucapnya.
Sebelum membebaskan Oki dan kelima temannya, penyidik Polda Metro Jaya memerintahkan agar tidak memberikan keterangan jika wartawan melakukan wawancara. “Waktu pulang, kalau ketemu wawancara, jangan ngomong, langsung pulang saja. Terus dikasih ongkos, kalau nggak salah 200 ribu,” ucapnya.
Setelah kasus tersebut bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Oki mengaku menyampaikan kesaksian. Dalam persidangan itu, ia mencabut semua keterangannya di BAP, karena tidak sesuai dengan yang dialaminya.
“Sudah di-BAP, nih tanda tangan, ya sudah saya ikutin kata-kata dia (penyidik), saya tanda tangan, BAP tidak benar semua. Saya cabut semua BAP (di persidangan)” tandasnya.