Jakarta, LBH Jakarta—Rabu (01/10/14), LBH Jakarta mengadakan diskusi bersama aktivis dari etnis Rohingya Myanmar bernama Abu Tahay. Abu Tahay adalah seorang aktivis yang memperjuangkan nasib bagi etnis Rohingya di Myanmar. Diskusi dengan tema “challenges on Rohingya’s Citizenship” ini berjalan dengan lancar dan hangat dengan peserta diskusi berasal dari LBH Jakarta, Human Rights Watching Group (HRWG), RRC dan Abdurrahman Wahid Centre (AWC) Universitas Indonesia.
Seperti yang kita ketahui bahwa tahun 2012 lalu sempat muncul di media mengenai pemberitaan terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Etnis Rohingya salah satu etnis muslim minoritas yang menempati disalah satu wilayah Myanmar Barat yaitu Rakhine. Namun, keberadaan etnis Rohingya tidak diakui oleh Pemerintah Myanmar. Sejak dikeluarkannya Peraturan Kewarganegaraan Myanmar Tahun 1982 (Burma Citizenship Law 1982) yang menyatakan bahwa etnis Rohingya non-national, itu artinya Rohingya tidak dianggap sebagai warga negara Myanmar (stateless). Hingga saat ini Rohingya sering mendapatkan perlakuan yang diskriminatif dan dilanggar hak-hak mereka sebagai warga negara.
Dalam diskusi yang berdurasi dua jam ini, Abu Tahay menyampaikan beberapa informasi penting yang seharusnya diketahui oleh publik Internasional. Abu Tahay menjelaskan mengenai sejarah Rohingya di Myanmar dari zaman Islam memperkenalkan diri ke Myanmar pada tahun 1000-1200 tahun silam. Dalam presentasinya ia juga menjelaskan bahwa Rohingya merupakan etnis muslim minoritas, namun tidak hanya Rohingya saja tetapi juga ada etnis muslim lainnya seperti Indian Descended Muslim in Yangon, Pathe Ethnic Group, Pathay Ethnic Group, Pashu Ethnic Group, Kaman Ethnic Group dan Myedu Ethnic Group. Abu Tahay juga memaparkan beberapa bukti tulisan yang menjelaskan keberadaan etnis Rohingya sejak zaman dahulu, salah satu bukti yang ia bawa adalah sebuah koin bertuliskan sastra Arab tahun 1525 yang menjelaskan tentang Rohingya dihadapan para peserta diskusi.
Dari pemaparan yang disampaikan menunjukan bahwa Rohingya memang sudah ada sejak dahulu dan menempati wilayah bagian Myanmar. Namun, yang terjadi saat ini etnis Rohingya justru tidak diakui oleh negaranya sendiri. Rohingya dihapus keberadaannya dari 8 etnis utama (Burmanese, Karen, Kachin, Mon, Arakan, Shan, Karenhi dan Chin) serta 135 Kelompok etnis kecil lainnya.
Setelah pemaparan dari Abu Tahay selesai, agenda selanjutnya dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta yang juga berjalan dengan hangat. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan kepada Abu Tahay sehingga diskusi pun berjalan aktif. Di akhir diskusi ini, Abu Tahay meminta kepada para peserta diskusi, khususnya warga Indonesia untuk berpartisipasi dalam menyikapi kasus Rohingya yang sudah terjadi sejak lama ini. Hingga sekarang Rohingya masih tidak diakui oleh negaranya, sehingga membuat etnis ini untuk berpindah dari negaranya menuju negara lain dan menjadi pengungsi (refugee) untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan hidup.
Tujuan dari advokasi Rohingya ini adalah untuk menciptakan kesejahteraan dan keamanan hidup etnis Rohingya, serta penegakan HAM bagi Rohingya dan masyarakat Internasional lainnya. Sebagai negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, kiranya sangatlah penting jika Indonesia berkontribusi terhadap isu Rohingya ini (MJ).