LBH Jakarta Kembali menggelar Diskusi Diponegoro melalui Zoom Webinar dengan tema Fenomena KDRT terhadap Perempuan selama Covid-19 bersama MAJU, TAF dan USAID (22/04). Diskusi ini dilaksanakan sebagai upaya untuk mengungkap penyebab perempuan lebih rentan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga selama Covid-19. Diskusi ini dimoderatori oleh Oky Wiratama (Pengacara Publik LBH Jakarta) dengan menghadirkan Siti Aminah (Komisioner Komnas Perempuan) dan Hapsarini Nelma (Psikolog P2TP2A DKI Jakarta) sebagai narasumber.
Siti Aminah selaku Komisioner Komnas Perempuan dalam diskusi menjelaskan bahwa KDRT memiliki akar masalah berupa relasi kuasa. Relasi kuasa ini berupa ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan yang kemudian perempuan memiliki posisi yang subordinat, di bawah laki-laki.
“Umumnya, di masyarakat Indonesia yang patriarki, yang memiliki kuasa adalah ayah atau suami. Dengan kita menyepakati akar masalah KDRT, sebenarnya Covid-19 menjadi trigger, bukan penyebab,” jelas Siti Aminah.
Lebih lanjut, Siti Aminah juga mengungkapkan bahwa Covid-19 menjadi pemicu karena istri dan perempuan yang terisolasi dengan suami dan ayah, yang memiliki masalah dan tak terselesaikan.
“Perempuan akan terperangkap dalam waktu yang panjang dengan pelaku kekerasan karena tidak bisa mengakses tempat-tempat perlindungan,” tambahnya.
Dalam masa pandemik ini, perempuan juga mendapatkan beban domestik berlapis sebagai akibat dari relasi yang timpang, menempatkan perempuan menjadi penanggung jawab rumah, termasuk yang lain, mendidik anak dan kerja. Sementara beban domestik tidak dibebankan ke laki-laki. Sehingga berpotensi juga dibebankan pada anak yang mempunyai relasi lebih rendah dari perempuan. Merujuk Catatan Ahir Tahun Komnas Perempuan 2020, Siti Aminah menyampaikan bahwa pengaduan kasus yang paling banyak masuk ke Komnas Perempuan adalah permasalahan incest sebanyak 770 kasus, dan marital rape sebanyak 100 kasus.
Hapsarini Nelma selaku Psikolog P2TP2A DKI Jakarta menyampaikan berbagai tips untuk menghindari KDRT selama masa pandemik ini. Menurutnya, perempuan harus memiliki rencana sendiri apabila situasi memburuk, buatlah catatan nomor telepon yang bisa dihubungi dan catatan barang-barang apa saja yang bisa dibawa saat meninggalkan di rumah, misalnya surat-surat penting, handphone, dan uang tunai.
“Manajemen stres juga penting sekali dengan melakukan kegiatan yang berdampak psikologis positif, Teruslah berkoneksi dengan orang-orang yang bisa memberikan dukungan psikologis,” jelasnya.
Mengenai partisipasi masyarakat untuk mencegah terjadinya KDRT selama masa pandemi ini, Hapsari Nelma menyerukan agar komunitas bisa menyimpan nomor hotline yang bisa dihubungi jika terjadi persoalan KDRT. Komunitas diharapkan juga mampu memberikan psycholgy first aid sebagai bentuk pertolongan pertama bagi perempuan yang mengalami KDRT dengan prinsip look, listen, link (tidak harus psikolog). (Oky)